Dikisahkan pula dari Ahmad bin Abil Hawari:
“Pada suatu malam aku bermimpi melihat seorang bidadari yang begitu cantik. Belum pernah aku melihat wanita secantik itu. Wajahnya menyinarkan berkas cahaya yang menyilaukan. Pada kesempatan itu aku bertanya kepadanya:
“Mengapa wajahmu begitu cantik bermandikan cahaya,” begitu tanyaku.
“Adakah kau ingat,” jawab si cantik, “Ketika kau menangis karena ingat dan takut kepada Allah.”
“Ya, aku ingat!,” sahut Ahmad.
“Air matamu yang membasahi lantai itu telah aku seka dengan tanganku kemudian aku usapkan ke wajahku. Itulah yang menyebabkan aku menjadi begitu cantik,” begitu jawab wanita tersebut.
Abu sa’id Al-Kharraz mengatakan:
“Aku bermimpi melihat Iblis sedang meloncat mendekati diriku. Segera saja aku mengambil sebuah tongkat untuk memukul dan mengusirnya. Namun setelah beberapa kali aku pukul, ternyata ia tidak beranjak sedikit pun dari hadapanku. Ketika itulah sebuah suara mengatakan:
`“Sesungguhnya Iblis tidaklah takut kepada sebuah tongkat, namun ia akan takut kepada nur iman yang bersemayam di hati.”
Begitu pula Al-Masuhi pernah melihat Iblis di dalam mimpi dalam keadaan telanjang bulat di sebuah jalan. Maka segera saja Al-Masuhi mengatakan:
“Adakah kau tidak malu dilihat banyak orang!.”
“Buat apa aku harus malu,” jawab Iblis, “Kepada manusia-manusia jelek. Sebab jika saja mereka termasuk manusia yang diperhitungkan, aku tidak akan berani mempermainkan mereka, baik ketika pagi atau pun sore sebagaimana anak-anak kecil bermain dengan bola. Namun manusia yang baik adalah pribadi-pribadi selain orang yang kau katakan itu. Mereka telah berhasil membuat diriku menderita.” begitu kata Iblis seraya menunjuk pada sebuah golongan ahli tasawuf.
Lagi, pada suatu hari Ayub As-Sayakhtani mendengar kabar kematian seseorang yang terkenal kedurhakaannya. Segera saja ia menyelinap dan bersembunyi di rumah. Ia tidak mau untuk melaksanakan shalat janazah, apalagi memimpinnya. Biarlah orang lain yang melaksanakan semua itu.
Maka pada malam berikutnya, kawan Ayub bermimpi melihat kondisi mayat tersebut:
“Bagaimana perlakuan Allah terhadap dirimu?,” begitu tanya kawan Ayub.
“Aku telah mendapat ampunan dan kasih sayang Allah,” jawab si mayat.
Sejenak kemudian mayat itu mengatakan lagi:
“Katakan sebuah ayat kepada Ayub,” lanjut sang mayat, “Jika saja kalian memiliki berbagai simpanan rahmat (harta) Tuhanku, kalian akan menahan saja (dari bersedekah) karena takut akan habis (Al-Isra’:100).
Ayat tersebut jelas merupakan kritikan pedas pada Ayub, sehingga setelah bangun pagi, kawan Ayub ini segera memberi kabar kepadanya mengenai perihal mimpi yang dialamainya. Maka Ayub berjanji, ia tidak akan mengulangi lagi terhadap sikap seperti itu.
Abu Ayub Ad-Daqiqi mengatakan:
“Pada suatu malam aku bermimpi melihat seorang lelaki yang berkulit kemerah-merahan dan cukup tinggi. Segera saja aku bertanya pada orang-orang sekitar.
“Siapa dia?.”
“Dia merupakan pribadi agung, Uwais Al-Qarani. Mau apa?”. begitu sebuah jawaban aku dengar.
Segera saja aku mendekati Uwais seraya aku katakan:
“Tuan, berilah nasihat diriku, dimana aku akan mengambil manfaat darinya!.” pintaku.
Namun dengan segera wajahnya tampak masam ketika menghadapi diriku. Aku tidak patah arang. Dan segera aku katakan lagi:
“Tuan, aku memohon petunjuk kepadamu agar mendapat sebuah manfaat.” begitu desakku lagi.
“Segeralah kau mendulang berbagai rahmat Allah jika saja ketika itu Dia tampak mencintaimu. Takutlah kepada Allah ketika kau berbuat maksiat. Dan jangan sekali-kali kau berputus asa terhadap rahmat-Nya kendati kau telah berlaku durhaka.” begitu nasihat yang aku dapat. Kemudian ia pun beranjak pergi meneruskan perjalanannya.
Seorang sahabat Atabah Al-Ghulam mengatakan:
“Pada suatu malam aku bermimpi melihat Atabah. Maka segera saja aku tanyakan:
“Bagaimana tindakan Allah terhadap dirimu?”.
“Aku telah mendapat ampunan dan dimasukkan ke surga-Nya tersebab sebuah do’a yang tertulis di tembok rumahmu itu.”
“Setelah aku bangun,” kata sahabat Atabah, “Maka segera saja aku lihat, apa yang tertulis di tembokku itu. Padahal selama ini aku tidak begitu memperhatikan. Dan ternyata memang tertulis dengan jelas sebuah do’a:
“Wahai Yang menunjukkan mereka yang tersesat. Wahai Yang berbelas kasih kepada orang durhaka. Wahai pemberi ampun mereka yang bersalah, berilah ampunan hamba-Mu yang sangat takut kepada-Mu, begitu pula kesalahan ummat Islam keseluruhannya. Jadikanlah kami termasuk golongan mereka yang hidup dengan mendapat rizki-Mu, yakni mereka yang telah Engkau beri nikmat, baik itu dari golongan nabi, shiddiqin atau para syuhada’ dan orang-orang shalih. Amin, perkenankanlah do’a kami, wahai Tuhan seru sekalian alam.”
Musa bin Hammad mengatakan:
“Pada suatu malam aku bermimpi melihat Syeikh Sufyan Ats-Tsauri telah berada dalam surga. Ia meloncat dari satu pohon kurma yang begitu indah kepada pohon kurma yang lain, bahkan dari satu pohon ke pohon yang lain layaknya seekor burung. Maka segera saja aku bertanya kepadanya:
“Wahai Abu Abdillah, dengan amal apa engkau bisa menggapai martabat setinggi ini?.”
“Itu semua tersebab wara’(menjauhi haram, makruh dan syubhat).” begitu jawab beliau.
“Kalau demikian, dimana Ali bin Ashim sekarang ini?,” tanyaku lebih lanjut.
“Dia merupakan pribadi yang begitu agung sehingga sekarang dia tampak bagaikan sebuah bintang kejora yang berkedip-kedip, sangat tinggi,” begitu jawab Syeikh Sufyan.
■■■
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar