Ayub As-Sakhtayani mengatakan bahwa memurnikan niat dengan ikhlas, bagi seorang yang beramal adalah lebih berat dari pada mengerjakan amal itu sendiri. Malah sebagian auliya’ berkirim surat kepada kawannya dengan mengatakan:“Ikhlaskan niat dalam menghadapi berbagai amal, dengan demikian amal sedikit saja akan bisa mencukupi dirimu.”
Sehubungan dengan keterangan itu, seorang ahli tasawuf mengatakan:
“Sejak tiga puluh tahun yang lalu aku selalu shalat dengan berjamaah di sebuah masjid. Selama itu pula aku mesti menempati shaf paling depan. Namun pada suatu kali aku datang agak terlambat sehingga aku harus menempati shaf yang kedua.
Kondisi seperti ini yang membuat nafsuku merasa malu dilihat orang. Tumben tidak seperti biasanya. Dengan demikian yang menjadikan nafsuku selalu ceria, ternyata sebuah amal yang selalu dilihat orang itu. Setelah aku menyadari semuanya, segera saja nafsuku aku beri pelajaran sehingga kembali tegak untuk beramal karena Allah.”
Sebagian ulama yang telah mati terlihat dalam mimpi, maka seorang muridnya mengatakan:
“Bagaimana kondisi berbagai amal kebajikan yang telah Tuan lakukan ketika hidup?,” begitu tanya sang murid.
“Seluruh amal yang aku lakukan dengan ikhlas karena Allah, semuanya aku temukan pahalanya sehingga mengenai biji delima yang pernah aku pungut dari jalan, begitu pula mengenai seekor kucingku yang mati. Semua itu dalam timbangan amal kebajikan.
Sebaliknya ketika dalam kopyahku terselip benang sutera, aku temukan pula dalam timbangan amal buruk. Herannya seekor keledaiku yang telah mati, padahal aku beli dengan harga seratus dinar, binatang itu tidak tampak mengandung pahala. Hal ini yang menjadikan aku tidak habis pikir, kucing saja dimasukkan amal kebajikan, mengapa keledai yang cukup mahal itu tidak tertuliskan pahalanya sama sekali?.” Dalam keadaan menggerutu itulah aku mendengar sebuah suara:
“Sebenarnya keledaimu itu telah ditempatkan secara benar, sebab ketika hewan itu mati bertepatan kau tidak berada di tempat, maka seseorang memberi kabar kepadamu mengenai kematiannya. Namun yang kau ucapkan malah kalimat yang tidak baik. “Semoga mendapat laknat Allah”, itu yang keluar dari lisanmu dulu. Padahal jika saja kau mengucapkan, “Aku jadikan ke jalan Allah,” tentulah akan mendapat pahala.
Itulah renik-renik posisi sebuah niat yang bersemayam dalam hati, sehingga akan membawa implikasi besar, baik mengenai keberadaan pahala atau siksa.
■■■
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar