Ketika selepas Maghrib, Khalifah Umar bin Khathab mendengar ada seseorang yang meminta makanan dari hasil menarik zakat. Maka beliau segera mengatakan kepada salah seorang pegawainya agar segera memberinya makanan secukupnya. Namun setelah beberapa saat beliau mendengar lagi orang tersebut masih meminta makanan. Maka dengan wajah merah padam, si pegawai itu dibentaknya seraya mengatakan:
“Wahai pelayanku, bukankah tadi telah aku katakan agar orang yang minta makanan itu segera kau beri!.”
“Betul khalifah, dan dia telah aku beri secukupnya sesuai perintah khalifah,” begitu jawaban si pegawai yang mengundang keheranan Umar.
Setelah diteliti, ternyata di bawah tangan peminta itu ada sebuah kantung yang penuh berisi roti yang menjadi makanan pokok. Segera saja Umar mengatakan:
“Wahai peminta, kau bukan orang yang meminta untuk sekedar cukup, bahkan kau merupakan pedagang yang mengeruk keuntungan selagi ada kesempatan!,” begitu Umar membentaknya seraya mendekati peminta dan mengambil kantung yang penuh makanan itu. Kemudian kantung itu langsung dibukanya dan dituangkan di depan onta-onta zakat yang beberapa hari lagi akan segera dibagikan. Tidak itu saja, Umar segera mengambil cemetinya dan si peminta itu langsung disebatnya sampai merasa kesakitan.
“Awas, jangan kau ulangi lagi,” begitu bentak Umar.
Tindakan Umar dalam menyebat para penyeleweng itu dimaksudkan agar mereka jera menjalankan aksinya dalam masa-masa yang akan datang. Sedangkan mengenai penuangan makanan di depan onta-ona zakat, kendati sepintas tampak sebagai tindakan emosional, namun sikap itu sekali-kali bukanlah dianggap melampaui batas.
Cobalah kita cermati, dikarenakan si peminta itu mengambil harta dengan jalan dusta, maka pada hakikatnya dia tidak berhak menerimanya. Sedangkan untuk mengembalikan pada pemiliknya, tentu saja tindakan itu akan betul-betul mengalami kesulitan, sebab makanan itu telah bercampur dengan milik banyak para wajib zakat yang lain sehingga statusnya tidak bertuan lagi.
Dengan demikian maka wajib untuk menasarufkan pada kemaslahatan umum, dimana onta sedekah serta persediaan makanannya merupakan harta kemaslahatan. Untuk itu memberi makanan kepadanya merupakan tindakan kemaslahatan pula.
Tindakanmu betul-betul proporsional, wahai mertua Rasulullah dari seorang putrimu yang bernama Hafshah. Kendati pun sikapmu selintas tampak tidak berbelas kasih. Namun di situlah bersemayam ajaran yang kokoh dan tegas agar seluruh komunitas bersih dari berbagai manipulasi atau pun korupsi.
■■■
Sabtu, 09 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar