Rasulullah Saw telah mengatakan:
Mimpi baik itu termasuk satu bagian dari empat puluh enam kenabian.
Bersabda pula:
Barang siapa bermimpi melihatku maka ia betul-betul telah melihatku, sebab syetan tidaklah akan bisa untuk menerupai diriku. (Muttafaq Alaih).
Pada suatu malam, Umar bin Khathab bermimpi melihat Rasulullah Saw, namun ketika itu beliau tidak mempedulikan kepada Umar, tidak pula mau menghadap kepadanya. Kondisi yang demikian ini betul-betul menjadikan kegusaran hati Umar Ra.
“Maka segera saja aku menanyakan penyebab semua itu,” begitu kata Umar.
“Wahai Rasulullah, apa kesalahanku,” tanya Umar lebih lanjut.
Rasulullah segera menghadap dan mengatakan:
“Bukankah kau telah mencium isterimu ketika berpuasa!,” begitu sergah Rasulullah dengan sinis.
Setelah peristiwa itu, Umar mengatakan:
“Demi Allah, yang diri Umar berada di tangan-Nya, aku selamanya tidak akan mencium lagi terhadap isteriku ketika sedang berpuasa.”
Begitu pun Abbas bin Abdul Muthalib mengatakan:
“Aku telah mengikat tali persaudaraan dengan Abu Lahab sehingga bagaikan saudara yang begitu dekat. Namun setelah ia meninggal dunia, Allah mengabarkan kondisi dirinya yang selalu mendapat siksa (melalui surah Al-Lahab), hal ini telah membuat hatiku begitu susah. Segera saja aku memohon kepada Allah untuk diperlihatkan kepadanya di dalam mimpi.
Permohonan ini aku panjatkan sampai setahun. Maka pada suatu malam aku melihatnya dalam keadaan terbakar api yang menjilat-jilat. Ketika itulah aku bertanya mengenai keadaannya.
“Aku telah memasuki neraka,” jawab Abu Lahab, “Dan mendapat siksaan begitu berat. Adzab itu tidak pernah berhenti terkecuali pada hari Senin, sehari semalam penuh.”
“Mengapa demikian,” tanya Abbas.
“Tiada lain karena jasaku, yakni pada malam ketika Muhammad dilahirkan, maka Umaimah, seorang anak perempuanku memberi kabar mengenai kelahirannya. Kabar ini betul-betul membuat hatiku berbahagia sehingga seketika itu pula seorang sahaya perempuanku aku merdekakan. Inilah yang menjadi penyebab dihentikannya siksaan pada setiap Senin sehari semalam penuh,” begitu jawab Abu Lahab dalam mimpi.
Dikisahkan lagi oleh Umar bin Abdul aziz:
“Pada suatu malam aku bermimpi melihat Rasulullah Saw. Sedangkan Abu Bakar dan Umar ketika itu duduk di samping beliau. Segera saja aku mengucapkan salam pada beliau lantas mengambil tempat duduk di samping beliau pula. Sejenak kemudian Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah pun datang. Keduanya segera dimasukkan ke sebuah rumah oleh beliau. Namun daun pintunya tampak terbuka sehingga dengan jelas aku dapat melihat aktivitas mereka.
Anehnya tiba-tiba Ali dengan gembira keluar dari rumah itu seraya mengatakan:
“Demi Tuhan Ka’bah, Dia telah memberi keputusan yang berpihak kepadaku.”
Herannya, Mu’awiyah juga segera keluar dengan gembira dan bergegas mengikuti langkah Ali seraya mengatakan:
“Demi Tuhan Ka’bah, Dia telah memberi ampunan kepadaku.”
Mengherankan!.
Lagi, pada suatu malam Ibnu Abbas tiba-tiba terjaga dengan terkejut seraya membaca istirja’ seraya mengatakan bahwa Husein bin Ali terbunuh. Padahal ketika itu Husein masih segar bugar dan tidak terdapat indikasi nyawanya akan terancam. Hal inilah yang membuat para sahabat Ibnu Abbas mengingkari impiannya itu. Maka dengan tegas Ibnu Abbas mengatakan:
“Aku telah melihat Rasulullah dalam mimpi membawa sebuah bejana dari kaca yang penuh dengan darah. Ketika itu beliu mengatakan kepadaku:
“Wahai Ibnu Abbas, adakah kau belum mengerti terhadap perbuatan ummatku setelah aku wafat. Mereka telah membunuh cucuku, Husein. Dalam bejana ini adalah darahnya, ditambah darah para pengiringnya, saya akan mengadukan kepada Allah!.” begitu kata Rasulullah.
Ternyata setelah dua puluh empat hari kemudian, mimpi itu menjadi kenyataan, dimana hari terbunuhnya adalah persis sebagaimana hari mimpi ibnu Abbas itu berlangsung.
Dikisahkan pula oleh Manshur bin Ismail:
“Pada suatu malam aku bermimpi melihat Abdullah bin Bazzar. Maka pada kesempatan itu aku bertanya:
“Bagaimana tindakan Allah kepadamu, wahai Abdullah?.”
“Dia telah menyuruhku berdiri di hadapan-Nya, kemudian aku diberi ampunan mengenai berbagai dosa yang aku ikrarkan, terkecuali satu dosa saja, dimana aku sangat malu untuk berikrar dan mengaku di hadapan-Nya. Setelah aku berkelit itulah, Dia langsung menghukumku dengan berdiri di tempat yang panas sehingga seluruh daging di wajahku luruh semuanya,” begitu tutur Abdullah.
“Apa dosa yang satu itu?,” tanya Manshur kemudian.
“Aku pernah melihat,” jawab Abdullah, “Seorang pemuda yang begitu tampan (amrad), dimana aku sangat tertarik kepadanya. Hal ini yang menjadikan malu diriku ketika telah berada di hadapan Allah.”
Abu Ja’far Ash-Shaidalani mengatakan:
“Pada suatu malam aku melihat Rasulullah Saw dalam mimpi. Ketika itu beliau berada di sekeliling para fuqara’ shahabatnya. Namun tiba-tiba saja ketika itu langit tampak terkuak, kemudian terlihat dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya membawa sebuah bejana, dan yang lain membawa kendi.
Setelah sampai di bumi, bejana itu ditaruhkan di hadapan Rasulullah Saw. Dan dengan segera beliau membasuh kedua belah tangan beliau sendiri. Lantas menyuruh agar para shahabat membasuh tangannya masing-masing. Baru kemudian bejana itu ditaruhkan di hadapanku. Tiba-tiba saja salah satu dari kedua malaikat itu mengatakan:
“Jangan kau tuangkan air bejana itu untuk membasuh tangan Abu Ja’far, sebab dia tidaklah termasuk golongan mereka.”
Hal ini yang membuat diriku terkejut alang kepalang. Maka segera saja aku mengatakan:
“Wahai Rasulullah, bukankah pada suatu hadits telah diriwayatkan bahwa engkau telah mengatakan:
“Seseorang (nanti di hari kiamat) akan dikumpulkan beserta mereka yang dicintainya.”
“Memang benar itu!,” begitu jawab Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, aku mencintaimu dan mencintai para fuqara’ shahabatmu itu, ”begitu kalimat itu aku ucapkan dengan memelas.
“Kalau begitu tuangkanlah air bejana itu ke tangannya, wahai malaikat. Sebab dia termasuk mereka!,” begitu sambung Rasulullah.
■■■
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar