Sabtu, 02 Januari 2010

Mendapat Rezeki Nomplok

Dahulu kala hiduplah seorang lelaki bersama seorang isteri yang terkenal shalihah dan anak-anaknya yang selalu hidup dalam lingkungan agama yang cukup kental. Kehidupan dunia ini dirasakan begitu berat, sehari sering hanya makan sekali saja, malah kadang esoknya sudah tidak ditemukan apa pun untuk mengganjal perut keluarganya. Namun kondisi seperti ini malah sebagai cambuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadahnya begitu khidmat, dimana dalam keadaan ketiadaan makanan sering dijadikan kesempatan untuk berpuasa. Ia bernama Abul Fida.
Sebenarnya dia ingin sekali mengubah nasib, bagaimana ekonomi yang menjadi tiang penjaga keluarganya itu bisa sedikit lebih baik. Tiada lagi hanya Dialah Yang bisa mengubah keadaan itu. Dia Yang memuliakan siapa saja yang dikehendaki dan menghinakan siapa pun yang dimurkai, seorang hamba hanya diwajibkan berikhtiar sekuat tenaga.
Masalah rezeki anehya tidak ditentukan oleh kepintaran atau pun kebodohan seseorang, sehingga kita lihat banyak dari mereka yang pengetahuannya tidak begitu tinggi namun rezekinya begitu lancar. Sebaliknya banyak pula yang berilmu tinggi namun rezekinya serba pas-pasan. Rezeki bagai air hujan yang tumpah dari langit. Di sebagian tempat masih kering kerontang, namun di bagian lain mendapatkan air yang melimpah, malah kebanjiran. Yang celaka lagi bilamana seseorang tidak berpengetahuan, juga sulit mendapatkan rezeki. Dan yang lebih celaka lagi adalah mereka yang ketika di dunia hidup dengan sengsara dan di akhirat malah memasuki neraka, dua kecelakaan besar berkumpul menjadi satu.
Pada suatu hari Abul Fida keluar menuju tanah Tanah Haram Makkah untuk melakukan thawaf sunnah sebagaimana kebiasaannya. Ketika berangkat itulah ia menemukan sebuah kantung yang cukup mendebarkan hatinya. Setelah dibuka, ternyata berisi uang dinar emas yang gemerlapan, seribu keping jumlahnya. Langkahnya segera terhenti, kemudian berbalik menuju ke rumah untuk mengabarkan pada isterinya mengenai penemuan itu. Maka segera saja isteri itu mengatakan:
“Barang-barang yang ditemukan dalam lingkup Tanah Haram itu wajib di umumkan kepada masyarakat agar pemiliknya bisa mendapatkannya kembali.”
Mendengar saran sang isteri, lelaki itu segera kembali untuk memasang pengumuman penemuannya di tembok luar Masjidil Haram, mengingat dalam Masjid tidak diperbolehkan untuk mencari atau mengumumkan sebuah kehilangan. Ketika masih dalam perjalanan, ia telah mendengar seorang penunggang kuda yang berteriak mengumumkan:
“Siapa yang menemukan sebuah kantung yang berisi uang seribu dinar!”
Abul Fida tersentak, nafsunya seakan berontak agar uang penemuannya tidak usah dikabarkan pada orang yang kehilangan itu, namun hati kecilnya mengatakan:
“Akan segera ia berikan pada orang tersebut.” Maka dengan memantapkan langkahnya, ia segera berteriak:
“Aku yang telah menemukan uangmu yang hilang!”
Kemudian ia segera mendekat dan memberikan uang tersebut dengan perasaan lega seakan melepaskan sebuah beban yang menindih relung hatinya. Anehnya, si penunggang kuda itu malah mengatakan:
“Uang itu aku berikan lagi padamu.”
“Kau jangan bergurau, aku tidak menghendaki sikap yang demikian itu,” begitu sahut Abul Fida.
“Aku tidak bergurau, saudaraku. Sekarang aku tambah lagi, sembilan ribu dinar, terimalah….” begitu kata si penunggang kuda itu.
Abul Fida malah tambah tercengang. Ada apa ini!, dunia seakan-akan beputar begitu cepat sehingga membuat kepalanya mendadak pusing.
“Begini saudaraku,” lanjut si penunggang kuda lagi, “kemarin aku telah diutus oleh saudagar dari daerah Iraq untuk membawakan uang sepuluh ribu dinar seraya mengatakan:
“Hendaklah yang seribu dinar kau jatuhkan di jalanan Tanah Haram ini. Kemudian pada hari selanjutnya, kau harus berkeliling mencari penemunya, di mana jika kau dapatkan dan ternyata uang itu diserahkan kepadamu kembali, maka segeralah kau serahkan kesemuanya, sebab dia merupakan orang yang kena dipercaya. Sedangkan pribadi yang bersikap demikian itu pada biasanya akan memakan dan mengambil sebagiannya, dan selebihnya akan segera disedekahkan pula. Dengan demikian sedekah kita akan di terima Allah karena melalui tangan orang yang terkenal bisa dipercaya,” begitu tutur si penunggang kuda itu.
Setelah mengetahui duduk masalahnya, Abul Fida pun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kemudian menasarufkan harta itu pada fakir miskin yang lain, disamping dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar