Minggu, 03 Januari 2010

Orang Beriman dari Keluarga Fir’aun

Beberapa ribu tahun yang lalu, di negeri Mesir, berkuasalah seorang raja bergelar Fir’aun yang mempertuhankan dirinya sendiri. Setiap orang harus tunduk dan patuh kepada kehendak Fir’aun ini dan bahkan menyembahnya laksana Tuhan.
Maka beberapa waktu kemudian, Allah pun mengutus seorang Rasul bagi bangsa Israil di Mesir itu. Rasul ini tak lain adalah anak angkat Fir’aun sendiri. Dialah Rasulullah Musa alaihissalam.
Nabi Musa mengajak manusia untuk menyembah Allah semata. Bahkan Fir’aun pun termasuk yang diserunya untuk beriman pada Allah. Tetapi hanya sedikit saja orang yang mau beriman pada nabi Musa. Dakwah inilah yangmenyebabkan Fir’aun berang, ketuhanan dirinya kini terusik. Untuk itu Fir’aun segera membuat perhitungan pada nabi Musa dan Bani Israil dengan permusuhan yang tidak berimbang. Kekuatan negara dihadapkan pada kekuatan spiritual yang dipimpin nabi Musa. Sungguh merupakan pemandangan yang amat kontras, jika saja tidak mendapat pertolonan Allah.
Pada akhirnya kekuatan Fir’aun dikonsentrasikan untuk menumpas nabi Musa beserta seklurh pengikutnya hingga Fir’aun beserta balatentaranya mengejar nabi Musa dan pengikutnya untuk ditangkap, dihukum dan dibunuh bila tidak mau menghentikan dakwahnya.
Dengan adanya ancaman ini, sebagian umat yang beriman pada risalah nabi Musa hanya dapat menjalankan keimanan mereka dalam diam. Sebab, ancaman Fir’aun begitu keras dan kejamnya.
Salah satu yang beriman pada Musa adalah pelayan Fir’aun bernama Masyithah. Dia memiliki tugas khusus yaitu melayani putri-putri Fir’aun. Hingga beberapa waktu, keimanan Masyithah masih bisa dia sembunyikan. Namun, pada suatu hari, saat tengah menyisir rambut salah seorang putri Fir’aun, sisir yang dipegangnya terjatuh. Saat Masyithah mengambilnya secara refleks terucap dari bibirnya kalimat,"Bismillah (dengan nama Allah)."
Rupanya ucapan itu terlontar cukup keras hingga sang putri Fir’aun mendengarnya. Segera saja sang putri menghardik pelayannya itu.
"Hei, mengapa kamu mengucapkan itu dan bukan menyatakan dengan nama bapakku!" ujarnya marah.
Masyithah terkejut dengan hardikan tuan putrinya, namun sudah terlanjur, sang putri memang sudah mendengar ucapannya dan dia tak mau mengingkari keimanannya. Maka Masyithah pun menjawab:
"Karena memang Tuhanku, Tuhan Tuan Putri dan bahkan Tuhan Ayahanda Tuan Putri adalah Allah SWT," jelas Masyithah.
Bertambah marahlah putri Fir’aun mendengarnya, sehingga dengan lantang dia berkata:
"Kamu berani-beraninya mengaku memiliki Tuhan lain selain Ayahku?"
"Tuhanku adalah Allah SWT," jawab Masyithah tegas.
"Kalau begitu, akan laporkan engkau pada ayahku!" kata putri Fir’aun seraya meninggalkan Masyithah yang kini hanya bisa memasrahkan dirinya kepada Allah.
Sementara itu mendengar laporan putrinya, Fir’aun menjadi sangat murka. Bagaimana mungkin ada seorang pelayan yang sedemikian berani menentangnya. Pelayan yang tiap hari mendapat supplay makanan dari kerajaan. Setiap hari pula dicukupi kebutuhan hidupnya. Menurut Fir’aun, sikap ini jelas-jelas tidak bisa ditolerir.
Maka dimintanya para pengawal untuk menyiapkan periuk besar yang berisi air mendidih di sebuah ruangan dan dipanggilnya Masyithah beserta semua anak-anaknya termasuk yang masih bayi.
"Masyithah, apakah benar yang kudengar bahwa engkau memiliki Tuhan selain aku?" tanya Fir’aun dengan keras
"Benar, sesungguhnya Tuhan saya adalah Allah," jawab Masyithah jujur dan tegas.
"Kalau engkau tidak mau mengakui aku sebagai Tuhan, aku hukum engkau dan anak-anakmu. Aku masukkan kalian semua ke dalam periuk ini," ucap Fir’aun lantang menakut-nakuti Masyithah.
"Nah, siapa tuhanmu?" lanjut Fir’aun lagi.
"Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhan seluruh umat manusia adalah Allah,” jawab Masyithah lagi.

Kemurkaan Fir’aun mencapai puncaknya. Maka diseretnya satu demi satu anak Masyithah dan dilemparkannya ke dalam periuk dengan harapan Masyithah mau meninggalkan keimanannya kepada Allah SWT.
Namun, meski Masyithah sangat berduka, dia tetap tidak mau menanggalkan keimanannya pada Allah SWT Dikuatkannya hatinya hingga para pengawal Fir’aun mendekatinya untuk mengambil bayi yang berada dalam gendongannya.
Sang bayi mungil yang akan dirampas dari pelukan Masyithah sempat membuat hati Masyithah guncang. Sedikit keraguan pun terselip di sana, perlukah dia terus mempertahankan keimanannya atau bolehkah dia berpura-pura demi menyelamatkan bayinya?
Pada saat itu, tiba-tiba sang bayi dalam pelukan Masyithah atas izin Allah berbicara pada Masyithah:
"Wahai lbu, janganlah engkau ragu atas keimananmu. Ingatlah bahwa sesungguhnya azab dunia itu lebih ringan dari azab akhirat."
Mendengar perkataan bayinya berserilah wajah Masyithah dan bertambahlah keyakinannya pada kekuasaan Allah. Dengan senyum kemenangan Masyithah pun melangkah ke dalam periuk bersama bayi dalam gendongannya.
Melihat keberanian dan kebahagiaan yang terpancar di wajah Masyithah ketika memasuki periuk, Fir’aun sungguh terbelalak. Dia tahu, kejadian itu merupakan kekalahan telak bagi dirinya karena rakyatnya yang beriman pada Allah tidak bisa diancam lagi olehnya karena mereka telah memberikan kepasrahan total mereka hanya bagi Allah semata.
Dan kekalahan Fir’aun memang benar adanya. Tak lama kemudian, setelah kegagalan demi kegagalannya dalam menentang kerasulan nabi Musa, Fir’aun pun mendapatkan balasan atas kekafirannya kepada Allah dan Rasul-Nya Musa. Di suatu hari, di tengah pengejarannya pada Musa, dia dan balatentaranya ditenggelamkan Allah di Laut Merah.
Perjuangan Masyithah dalam menegakkan keimanan ini amatlah besar pahalanya di sisi Allah sehingga namanya abadi dalam lembaran sejarah. Bahkan ketika Rasulullah Muhammad Saw melaksanakan Isra’, beliau mencium bau yang amat semerbak mewangi, maka segera saja Rasulullah bertanya, "Bau apa pula sewangi ini, wahai Jibril?"
"Tiada lain bau Masyithah yang menjadi korban kebiadaban Fir'aun ketika menyisir rambut anaknya. Di mana ketika sisir itu jatuh, ia segera menyebut asma Allah, bukan nama Fir'aun yang ketika itu mengaku sebagai tuhan," sambung Jibril pula.
Keharuman Masyithah bukan hanya di dunia ini, namun akan terbawa sampai di surga nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar