Senin, 04 Januari 2010

Sang Budak Romawi

Abu Hasyim Al-Qurasyiy mengatakan bahwa pada suatu hari di kampung kami kedatangan seorang wanita dari penduduk Yaman yang bernama Sariyah. Dan ketika hari sudah gelap, rombongannya singgah di sebuah rumah di dekat kediaman kami. Namun ketika pertengahan malam, kami mendengarkan rintihan yang begitu panjang, malah disertai pekik yang cukup keras. Hal inilah yang memancing hatiku untuk segera membangunkan pembantuku agar memeriksa apa yang terjadi. Dan ketika tempat singgah Sariyah itu kami lihat, ternyata dia dalam keadaan menghadap Kiblat dan mendongakkan kepala ke langit dengan mata yang tidak terpejam seraya mengatakan:
“Ya Allah, Engkau telah menciptakan Sariyah, kemudian Engkau besarkan dengan berbagai nikmat-Mu dari waktu ke waktu. Betapa bagus mengenai apa yang Engkau kerjakan, namun aku selalu memancing kemarahan-Mu dengan berbagai kemaksiatan yang telah aku perbuat. Sikap Sariyah yang demikian itu, apakah memang dia berkeyakinan bahwa Engkau tidak pernah melihat perbuatan busuknya. Padahal Engkau merupakan Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat”.
Setelah menyadari bahwa suara itu ternyata dari seoerang wanita ahli ibadah, maka kami segera kembali ke rumah dengan begitu kagum.
Pada kesempatan yang lain, Abdullah bin Hasan mengatakan:
“Aku memiliki seorang sahaya wanita dari Romawi yang sangat aku perhatikan. Pada suatu malam ia berbaring di dekatku, namun ketika mendekati pagi, aku merasa kehilangan dirinya. Maka segera saja aku bangkit untuk menemukannya. Ternyata ia sedang bersujud dengan mengatakan:
“Demi kasih sayang-Mu kepadaku, hendaklah Engkau sudi megampuni segala dosa-dosaku”.
Segera saja ucapan itu aku sergah:“Jangan kau katakan “Demi cinta-Mu kepadaku”, namun katakanlah:“Demi cintaku kepada-Mu. Itu akan lebih etis,”
begitu kataku.
“Wahai majikanku, tersebab cinta-Nya kepadaku, Dia telah mengeluarkan diriku dari syirik menuju kepada Islam. Tersebab cinta-Nya pula aku diberi kemauan untuk malaksanakan shalat malam kendati para makhluk yang lain membujur di tempat tidur dan tidak bangun malam sama sekali.”
Mendengar jawaban seperti ini, aku begitu malu. Betapa tidak, ia telah menyindirku dengan kalimat yang menggatalkan telingaku sehingga pada malam-malam yang lain aku terpaksa bangun malam untuk melaksanakan shalat sunnah, pada akhirnya aku pun terbiasa melakukannnya. Sebuah keuntungan memang.

■■■

Tidak ada komentar:

Posting Komentar