Baginda raja Harun Ar-Rasyid merupakan raja yang terkenal bijaksana dan sangat populis (dekat dengan rakyat kecil). Ia termasuk dari raja-raja dari keturunan Bani Abbas(Abbasiyah) yang pernah berkuasa di Baghdad, sebelum kerajaan itu dihancurkan oleh Hulago Khan yang memimpin tentara Tartar Mongolia.
Pada suatu hari, baginda mengadakan perjalanan disuatu pelosok negeri untuk suatu peninjauan yang biasa dilaksanakan setiap bulan. Maka ketika itulah ada seseorang yang begitu berani mengutarakan kebenaran, kendati akan menanggung akibat yang amat berat, dia bernama Abdul Aziz. Kendati di kerumuni para pengawalnya, Abdul Aziz tidak segan-segan menasehati Baginda. Hal inilah yang menyebabkan baginda marah besar. Padahal mestinya ber-amar makruf dan menasehati kesalahan seseorang, itu mestinya dilaksanakan dengan penuh kebijaksanaan, bukan di muka orang banyak sehingga berakibat seseorang mendapat malu karenanya. Agama telah mengajarkan bahwa seseorang dilarang menggunjing atau mengumpat orang lain. Namun jika ingin meluruskan sikap orang lain yang tidak lagi sesuai dengan tuntunan agama, hendaknya ia dinasehati dan sebaiknya dengan menyendiri. Terkecuali bila orang yang menjadi sasaran itu sudah tidak bisa diperbaiki lagi atau melakukan pelanggaran di muka umum yang tidak bisa ditolelir lagi. Maka barulah nasehat itu bisa dilaksananakan dengan sepengetahuan khalayak, sebab tidak ada kehormatan lagi bagi orang-orang fasik.
Akan halnya Baginda Harun Ar-Rasyid dinasehati oleh Abdul Aziz di muka para pengawal, sikap ini jelas mengundang murka Baginda, sehingga wajah baginda merah padam dibuatnya. Kebetulan saja keledai yang menjadi tunggangan salah seorang pengawal begitu susah diatur, sangat nakal. Bila saja dihela ia sering terkencing-kencing, dan bila disebat, seringkali malah terkentut-kentut, dan jika tunggangi, acapkali menyepak dulu terhadap penumpangnya atau pun mereka yang mendekatinya, betul-betul keledai binal.
Untuk melampiaskan kemarahannya itu, Baginda segera bertitah agar Abdul Aziz segera dibelenggu bersama keledai liar itu, agar menjadi sasaran sepakannya sampai sekarat. Para pengawal pun segera melaksanakan titah baginda dengan menangkap Abdul Aziz kemudian diseret dan dibelenggu dengan tali yang dihubungkan ke badan hewan yang tak pernah jinak itu. Beberapa saat kemudian, para pengawal pun mundur untuk menyaksikan reaksi hewan itu dan melihat pula akhir kelancangan Abdul Aziz dengan riuh rendah yang diikuti dengan ucapan masing-masing pengawal : “Rasakan siksaan ini !”
Namun apa yang terjadi, ternyata hewan itu diam saja dan malah menjilati tubuh Abdul Aziz seakan menyatakan kesetiaannya, aneh !. Para pengawal pun jengkel dibuatnya, sedangkan beginda sendiri bertambah-tambah pula murkanya. Sejenak kemudian Baginda segera bertitah agar lelaki itu segera dilepas dan dijebloskan dalam penjara dengan pintu yang dipaku tanpa diberi makanan atau minuman agar mati secara pelan-pelan. Para pengawal pun bergegas bertindak, hingga Abdul Azis pun dibui dengan tanpa suatu penerangan atau makanan dan minuman. Namun keesokan harinya, Abdul Aziz telah terlihat berjalan-jalan di sebuah taman kerajaan dengan tanpa cedera sedikit pun di tubuhnya. Bahkan pintu penjara itu tetap sebagaimana semula, terpaku rapat dan tidak ada sebuah lobang pun sebagai jalan keluar. Kali ini Baginda mulai kehabisan akal, dan segera menangkap lelaki itu untuk diinterogasi lebih lanjut.
“Siapa yang mengeluarkanmu dari penjara”. tanya Baginda dengan raut bagaikan mendung, hitam pekat.
“Wahai Baginda !, yang mengeluarkan saya adalah Dia yang memasukkan saya ke dalam taman kerajaan.”jawab Abdul Aziz santai hingga menambah penasaran Baginda.
“Siapa yang memasukkan kamu ke dalam taman kerajaan”. kejar Baginda semakin marah.
“Oh, yang memasukkan saya ke dalam taman, tiada lain Dia yang telah mengeluarkan saya dari penjara.” sebuah jawaban yang menantang sehingga membuat Baginda seakan mati berdiri dibuatnya.
Ketika itulah Baginda betul-betul bertekuk lutut dihadapan Abdul Aziz dan meminta maaf atas tindakannya yang tidak berhasil itu. Kemudian untuk membuktikan atas penyesalannya itu, Baginda segera memanggil seorang pengawal agar ia selekasnya pergi ke khalayak ramai seraya berteriak-teriak : “Wahai seluruh rakyat negeri ! ketahuilah bahwa Baginda raja Harun Ar-Rasyid menghendaki untuk menghinakan ssseorang yang sangat dimuliakan Allah, namun Baginda ternyata tidak mampu”.
Dengan segera pengawal itu pun berangkat untuk berteriak-teriak melaksanakan titah rajanya. Sedangkan si Abdul Aziz segera dilepaskan dan malah diberi hadiah sejumlah uang dinar yang cukup membanggakan. Dan setelah lelaki itu sampai di rumah, segera saja uang itu disedekahkan kepada fakir miskin sapai tandas. Ternyata dia seorang auliya’ kekasih Allah, aneh … ! ◙
Kamis, 31 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar