Kamis, 31 Desember 2009

Nasihat Syeikh Hatim al-Asham

Nasihat Syeikh Hatim al-Asham


Munafik, merupakan sikap buruk yang amat hina. Tidak ada lagi kehinaan yang melebihi sikap tersebut, masih melebihi kekafiran. Hal inilah yang menyebabkan Allah mengutuk dan melaknat para penyandangnya, sehingga Dia mengancam mereka kekal di neraka yang paling bawah. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka (QS. An-Nisa’: 145).
Al-Ghazali yang menuturkan ucapan Imam Hatim Al-Asham, seorang ulama dan ahli tasawuf datri Mesir, yakni ketika mengupas perbedaan antara orang mukmim dengan orang munafik Beliau mengatakan:
≈ Seorang mukmin senantiasa disibukkan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian apa pun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukan dengan ketamakan dan angan-angan kosong terhadap dunia ini.
≈ Seorang mukim berputus asa dari siapa saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada Allah, sementara orang munafik mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada Allah.
≈ Seorang mukmin merasa aman, tidak gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada Allah karena dia yakin bahwa apa pun yang mengancam dia ada dalam genggaman Allah, di lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada Allah, naudzhubilah, yang tidak dia takuti malah Allah SWT.
≈ Seorang mukmin mengorbankan hartanya demi mempertahankan agamanya sementara seorang munafik mengorbankan agamanya demi mempertahankan hartanya.
≈ Seorang mukmin menangis karena malunya kepada Allah meskipun dia berbuat kebajikan, sementara seorang munafik tetap tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
≈ Seorang mukmin senang berkhalwat dengan menyendiri bermunajat kepada Allah, sementara seorang munafik senang berkumpul dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada Allah.
≈ Seorang mukmin ketika menanam merasa takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan panen.
≈ Seorang mukmin memerintahkan dan melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan perintah seorang mukmin adalah upaya untuk memperbaiki sementara seorang munafik memerintah dan melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusak, naudzhubillah".”
Tampak demikian jauh beda akhlak antara seorang mukmin dengan seorang munafik. Oleh karenanya kita harus benar-benar berusaha menjauhi perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan di atas. Kita harus benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang menandingi kebesaran dan keagungan Allah. Kita harus yakin siapa pun yang punya jabatan di dunia ini hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti halnya kita juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan, sebab itu cuma tempelan sebentar sajAllah yang kalau tidak hati-hati justru itulah yang akan menghinakan dirinya.
Mudah-mudahan Allah SWT yang Mahamengetahui siapa diri kita yang sebenarnya menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa nafsu.
Dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada keluarga keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang di sisi Allah tidak juga diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar IslamnyAllah yang paling baik imannya yang paling dicintai oleh Allah, yang paling tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah dan yang akan menemani Rasulullah Saw ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat apa pun pengetahuan dan amal kita sebanyak apa pun harta kitAllah setinggi apa pun kedudukan kita jikalau akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi tapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah Saw diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya "Apa tugas tuan diutus ke dunia ini, ya Rasul?". Rasulullah menjawab, "Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".
Sayangnya kalau kita mendengar kata akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekedar senyuman dan keramahan. Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, termasuk bagaimana akhlak kita kepada Allah.
Akhlak kita kepada Allah SWT harus dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada Allah, hatinya benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak pernah tercampuri apa pun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya tidak ada sekutu lain selain Allah tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan di alam semesta ini selain kekuatan Allah SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat munafik.
Sayangnya yang kita temukan sekarang amat berlainan, sepertinya ada sesuatu yang menyedihkan di mana cara menyampaikan pendapat, kritik, dan saran serta koreksi dilakukan dengan akhlak yang kurang terpuji, kotor, kasar, dan nista. Saling memukul, saling menjatuhkan, saling mencemarkan, dan saling membeberkan aib. Padahal kalaulah didapat jabatan, baik presiden, menteri, gubernur, walikota, rektor, atau dekan di kampus, bahwa jabatan yang disandang itu tidak akan lama hanya beberapa tahun saja dan kalau tidak hati-hati justru aibnya yang akan melekat lebih lama. Harusnya kita anggap semuanya biasa-biasa saja, anggap saja sebagai hiburan yang justru kalau tidak hati-hati, pangkat dan jabatan itulah yang akan mencemarkan, menjatuhkan, dan menghinakan kedudukan dunia dan akhirat kita.
Karenanya jangan terperangah melihat orang punya kedudukan, sebab itu cuma tempelan ringan yang berat tanggung jawabnya. Jangan pula mendatangi orang yang dianggap memiliki kekuatan dahsyat sehingga kita merasa aman. Para dukun, ahlik klenik, tukang sihir, atau paranormal, mereka sama saja dengan kita yaitu makhluk yang pasti binasa. Mereka hanya orang lapar yang mencari makan dengan menjadi dukun atau yang sejenisnya. Seharusnya kalau mereka hebat, tidak usah mencari nafkah dengan seperti itu. Pernah suatu ketika ada seseorang yang mengaku ahli pengobatan yang ternyata hanya menjual kata-kata pengobatan yang dia maksudkan ternyata berasal dari obat yang dia beli di apotek dan dijual kembali dengan harga berpuluh dan beratus kali lipat dari harga aslinya.
Bulatkan dan bersihkan hati kita hanya kepada Allah dengan dibuktikan oleh kesungguhan ibadah dan amal kita. Sehingga tidak usah menyimpan keris sekecil apapun di rumah kita hanya untuk menjadi penolak bala. Allah yang Mahaagung dan Mahakuasa dapat menolong kita.
Tiadalah yang dituju selain Allah, tiadalah yang diharap selain harap dari Allah, tiadalah yang ditakuti selain hanya Allah, tiadalah yang dimaksud selain Allah, tiadalah yang bulat mencuri hati selain Allah. Orang yang bersih tauhidnya itulah yang benar akhlaknya, insya Allah. Sebab baik amalnya, ramah, dan dermawan orangnnya tetapi dia termasuk orang yang menyekutukan Allah maka dia tidak termasuk orang yang berakhak mulia. Semoga bermanfaat. ◙

Tidak ada komentar:

Posting Komentar