Tiga pemuda bersaudara telah berangkat untuk berperang dari negeri Syam (Syria) menuju negeri syuhada’ Romawi yang terkenal berkaisar paling masyhur ketika itu. Ketiga pemuda itu merupakan tentara pilihan, semangat juangnya begitu membara, betul-betul heroik dan bermental baja. Namun nasib pula yang menentukan, ketiga pemuda itu tertangkap basah setelah menjalankan tugas sucinya beberapa minggu. Akhirnya sang Kaisar yang sudah kebakaran jenggot itu ingin segera mengeksekusi dengan cara yang paling keji agar kawan-kawan yang lain merasa berkecil hati. Namun sebelumnya, sang Kaisar menawari ketiga pemuda itu agar kiranya sudi menjadi kaki tangan kekaisaran Romawi dengan kedudukan yang terhormat, dan boleh mengawini puteri-puteri para pembesar siapa saja yang dikehendakinya dengan catatan mau memeluk agama Katholik yang menjadi keyakinan negeri itu. Ternyata tawaran yang sedemikian menggiurkan itu ditolak mentah-mentah oleh mereka bertiga, dan malah sering menyebut nama Rasulullah di depan mereka seakan mengejek.
Mengetahui gelagat yang tidak kondusif itu, sang Kaisar segera mengutus para algojo untuk memancangkan tiga periuk besar yang diisi dengan minyak goreng, kemudian api segera dinyalakan dibawahnya. Dalam masa tiga hari api di bawah periuk itu tidak pernah padam, dan selama itu pula setiap pagi dan sore ketiga pemuda itu selalu diperlihatkan alat yang akan segera mengakhiri kehidupannya, dengan maksud agar iman mereka itu segera luntur. Namun usaha yang sedemikian itu ternyata hanya sia-sia. Maka dengan geram sang Kaisar segera menyuruh para algojo untuk melemparkan orang pertama dan kedua ke dalam periuk itu hingga matang bagaikan ikan tenggiri tergoreng kering. Tinggallah seorang pemuda yang masih menunggu eksekusi berikutnya. Namun sebelum itu sang Kaisar juga telah berusaha sekuat kemampuan agar imannya bisa roboh dengan segala upaya. Mengetahui kegigihan sang Kaisar untuk meruntuhkan iman pemuda heroik itu, seorang pembesar lainnya ikut memberi saran :
“Wahai baginda, aku sanggup meruntuhkan imannya jika saja baginda menyetujui usulku.” kata pembesar itu.
“Bagaimnana langkah kita.” sahut sang Kaisar.
“Aku telah lama mengerti bahwa libido seksualitas orang Arab terhadap perempuan itu terkenal sangat besar. Kebetulan saja aku mempunyai seorang gadis yang begitu cantik. Dia akan kita lepaskan bersama gadis itu, kemudian kita tinggal menunggu saja hari-hari keruntuhan imannya.” begitu jawab pembesar.
“Usul yang sangat bagus. Sekarang aku beri batas sampai empat puiluh hari untuk meruntuhkan imannya.” tukas sang Kaisar lagi.
Dengan segera pembesar itu memanggil anak gadisnya yang betul-betul molek agar berpesiar dalam kawasan terbatas dengan seorang pemuda Arab yang begitu gagah, dimana sang gadis malah menantang ayahnya :
“Serahkan kepada ananda untuk meruntuhkan imannya, bapak jangan ragu-ragu lagi. Aku akan berpose sedemikian rupa agar dia segera menelanjangiku dan berbuat mesum denganku, atau dia ingin segera mati kaku.”
Maka sepasang merpati itu segera disuruh untuk berpesiar sepuas-puasnya, dengan mengelilingi taman bunga dan berbagai tempat yang begitu memikat hati, mengundang syahwat. Pada kesempatan itu seringkali sang gadis menampakkan barang dagangannya sedemikian rupa. Ternyata pemuda itu bukan sembarangan, dia selalu berpuasa ketika di siang hari dan selalu memperbanyak shalat di malam hari. Dalam kondisi seperti ini, dia malah lebih giat lagi mendekatkan diri kepada Allah kendati nafsunya sering bergejolak memanas. Sikap seperti ini sampai melampaui batas waktu yang telah ditentukan oleh sang Kaisar. Maka si ayah jebat tadi segera memanggil anak gadisnya seraya menanyakan :
“Adakah ananda telah berhasil meruntuhkan imannya dengan jalan dia telah mengobok-obok buah termahal ananda ?.”
“Oh, maaafkan ayah, dugaanku ternyata sangat keliru, mungkin saja dia selalu ingat terhadap dua saudaranya yang telah mati mengenaskan itu hingga libido seksualnya tidak mau bangkit lagi, boleh jadi dia telah impoten. Namun saranku wahai ayah, hendaknya ayah mohon pada sang Kaisar lagi untuk menambah jangka yang sangat terbatas itu. Dan setelah itu kami hendaknya dilepaskan di daerah yang agak bebas lagi agar dia tidak merasa tertekan. Hal ini akan lebih memudahkan rencana penggulingan imannya itu.” begitu gadis gatal itu memberi wawasan.
Saran itu pun segera dilaksanakan sang ayah, dimana ternyata baginda menyetujui usulnya itu. Sehingga keduanya segera diantar menuju kawasan bebas terkendali. Namun sang pemuda tadi ternyata lebih konsisten dalam menjalankan ibadahnya, dan gadis itu malah dianggap sebagai saudaranya sendiri sehingga ketika dia berpose menantang, segera saja pemuda itu mendekat untuk segera menutupi auratnya. Sikap ini telah terjadi berulang kali, sehingga pada suatu malam yang sunyi, sang gadis melontarkan suatu ucapan yang sangat mengejutkan :
“Wahai pemuda idaman, aku telah melihat dengan mata kepalaku sendiri, betapa hormatmu kepada Tuhan yang kau sembah. Dalam anganku Tuhanmu itu begitu agung, begitu mulia, sehingga aku tidak berarti lagi di hadapanmu. Untuk itu aku mohon, ya aku mohon dengan sangat, ajarilah aku untuk bisa memeluk agamamu sekarang juga. Dan akan segera aku tinggalkan agama leluhurku yang di antara pemeluknya telah tega menyampakkan diriku untuk berbuat tidak senonoh denganmu.”
Pemuda itu tampak terperangah dan terbengong-bengong, namun sejenak kemudian dia mengatakan :
“Kalau kau memeluk agamaku, tentu saja kita akan segera menjadi bangkai bersama-sama. Demi untuk menyelamatkan akidah kita, mari kita segera berlari mencari keselamatan.” begitu saran si pemuda.
“Yang demikian itu tidak perlu anda pikirkan, semuanya akan segera aku carikan jalan keluarnya dengan sebaik mungkin.” sahut si gadis itu lagi.
Maka si gadis itu segera pulang mengambil seekor kuda dan kembali lagi ke tempat pemuda itu sehingga keduanya segera berlari dengan menaiki kuda menuju daerah yang dirasakan aman untuk menyelinap.
Pada suatu malam tanggal purnama, bintang-bintang pun bersinar gemerlapan dengan suara khas jengkerik yang begitu syahdu, tiba-tiba saja keduanya mendengarkan derap kuda yang datang kearah kedua anak manusia yang berlainan jenis itu. Setelah dekat dan diamati dengan cermat, ternyata para penunggang kuda itu dua saudaranya yang telah mati dieksekusi dalam periuk dahulu, keduanya diikuti oleh para malaikat langit yang tampak bersuka ria. Maka segera saja pemuda itu mengucapkan salam pada kedua saudaranya itu dan menanyakan sebatas mana penderitaan yang telah dialami ketika disiksa dengan digoreng yang begitu mengerikan. Dengan enteng saja keduanya mengatakan :
“Kematian itu kami rasakan hanya sakit sekejap, kemudian kami tiba-tiba telah berada di altar surga Firdaus. Sedangkan kedatangan kami kali ini, tiada lain telah diutus Allah untuk menyaksikan pernikahanmu dengan si gadis ini.” begitu kata kedua saudara itu.
Kedua insan berlainan jenis itupun saling berpandangan dengan senyum yang mengandung arti. Sejenak kemudian keduanya tertunduk dan tersipu malu, sebagai tanda menyetujui pernikahannya itu. Maka kedua saudaranmya itupun menyuruh si pemuda itu agar segera memanggil penghulu yang bertempat tinggal tidak jauh dari mereka berada. Disarankan pula agar penghulu itu membawa dua orang saksi dari manusia biasa yang akan mencermati berjalannya prosesi pernikahan. Keduanya pun segera mengikat tali pernikahan disaksikan oleh dua saudara dan para malaikat yang mengelilinginya dengan penghulu itu sebagai wali hakimnya. Betapa indah akhir penderitaan ini. Kemudian keduanya segera menuju negeri Syam untuk meneruskan kehidupan berumah tangga dengan taufik dan ‘inayah-Nya ◙
Kamis, 31 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar