Orang-orang beriman adalah lebih besar lagi cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah : 165).
“Allah mencintai mereka dan mereka juga mencintai Allah.” (Al- Maidah: 57).
Mahabbah atau cinta kepada Allah adalah puncak dari segala maqam (martabat) dimana perihal selain itu mesti hanya sebagai cabang atau pengikutnya, sebagaimana syauq (kerinduan), ridha, uns (ceria) dan lain-lain. Untuk mempercayai terhadap adanya maqam mahabbah itu sendiri, hal ini oleh sebagian kalangan dikatakan sangat sulit, malah sebagian yang lain tidak mempercayainya sama sekali.
Mereka berpendapat bahwa yang dikatakan mahabbah tiada lain adalah taat dan berusaha semaksimal mungkin untuk beribadah kepada Allah, lain tidak. Dan hakikat mahabbah akan terjadi jika sebuah cinta bertaut dengan sesama jenis, sebagaimana manusia dengan manusia, atau binatang dengan binatang, sebuah pengalaman yang sulit diungkap memang! Namun Al-Qur’an sendiri telah memaparkan dengan jelas mengenai keberadaan mereka, malah didukung dengan berbagai sabda Rasulullah, sebagaimana :
Tidak sempurna iman seseorang dari kalian terkecuali jika saja Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari pada apa pun selain keduanya (Muttafaq ‘Alaih).
Pada suatu pengembaraan, Nabi Isa bertemu dengan sebuah kelompok yang tampak kurus, dimana beliau pun sempat bertanya: “Mengapa tubuh kalian rata-rata terlihat kurus, adakah kalian merasa takuta atau yang lain”.
“terlihat kurus, adakah kalian merasa takuta atau yang lain”.
“Wahai Nabi Isa,” jawab mereka, “kami merupakan kelompok yang sangat takut memasuki neraka sehingga berpengaruh pada tubuh kami”.
“Kalau demikian, Allah jelas akan menyelamatkan kalian dari ancaman neraka”. Jawab Nabi Isa lebih lanjut.
Perjalanan pun diteruskan sehingga menjumpai kelompok lain yang lebih kurus dari pada kelompok pertama. Pada kelompok ini Nabi Isa pun bertanya mengenai penyebab kekurusan mereka. Dengan segera mereka menjawab:
“Wahai Nabi Isa, kami selalu dilanda kerinduan untuk memasuki surga sehingga kerinduan itu telah membakar tubuh kami”.
“Melihat kesungguhan kalian, jelas Allah akan memberi terhadap apa yang kalian harapkan”. begitu sergah Nabi Isa.
Perjalanan segera diteruskan lagi, dimana Nabi Isa berjumpai dengan kelompok ketiga yang kondisi tubuh mereka begitu mengenaskan, kering seakan tinggal belulang. Pada kelompok ini Nabi Isa pun bertanya:
“Mengapa tubuh klalian tampak kurus dengan sangat parah?”.
“Kami merupakan kelompok yang sangat menyintai Allah, sehingga kecintaan itu membuat tubuh kami sangat mengenaskan”.
Mendapat jawaban ini, Nabi Isa betul-betul tersentak kaget, kemudian mengatakan: “Kalian merupakan orang Muqarrabin (yang sangat dekat kepada Allah). Hal ini diucapkannya sampai tiga kali.
Hubb ini bisa dialami oleh panca indera yang lima sehingga masing-masing akan merasakan lezat ketika menemukan apa yang dicintai. Dengan demikian mata akan merasa lezat dengan melihat pemandangan yang indah. Telinga akan merasa lezat jika mendengarkan suara yang syahdu, sedangkan indera penjilat akan merasa lezat tatkala merasakan makanan yang enak, dan peraba akan merasa lezat juga jika menyentuh sesuatu yang halus.
Dengan demikian apa pun yang dirasakan mengundang kelezatan ini, maka dengan sendirinya akan dicintai oleh masing-masing indera. Namun masih ada satu indera yang belum mendapatkan porsi kelezatan, itulah hati. Indera keenam ini lebih sensitif dari segalanya. Ia akan bisa merasa lezat dan merasa sakit dengan sesuatu yang sifatnya abstrak. Inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Sehingga jika saja ada seseorang yang membantah bahwa kelezatan itu hanya akan bisa dicapai dengan kelima indera itu, terus apa perbedaan manusia dengan binatang? Tidakkah manusia mempunyai sifat khusus? Kalau dijawab, tidak memiliki sifat khusus, maka jelas akan meluncur martabatnya sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah: “Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.” (Al-A’raf : 178).
Semoga bermanfaat adanya! ◙
Kamis, 31 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar