Jumat, 01 Januari 2010

Memandikan Babi

Kalimullah, itulah gelar yang hanya dimiliki seorang nabi. Nabi yang kenyang perjuangan, penuh penderitaan. Nabi yang oleh kaumnya sendiri seringkali diperolok sampai menjurus pada masalah kemaluan yang dituduh besar sebelah sehingga ratapannya diabadikan adalam Al-Qur’an:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku, sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu?" Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (QS. Shaff: 5).
Nabi Musa adalah satu-satunya nabi yang bisa berdialog langsung dengan Allah, tanpa melalui malaikat Ibril. Pada biasanya setiap kali hendak bermunajat, nabi Musa naik dulu ke bukit Tursina. Di atas bukit itulah beliau akan mengutarakan berbagai keluhannya, di samping sering bertanya mengenai permasalahan yang sedang dihadapi, bagaimana solusi terbaik yang harus dilaksanakannya.
Pernah beliau bertanya kepada Allah dengan mengatakan:
“Ya Allah, siapakah penduduk surga yang nanti akan bersandingan denganku?”
Allah pun menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawaban jelas ini, beliau pun turun dari bukit Tursina dan terus berjalan menuju tempat yang ditunjukkan itu.. Beberapa hari telah berlalu, di dalam perjalanan akhirnya sampai juga beliau sampai juga pada tempat yang dimaksud, yakni setelah beberapa penduduk memberi tahukan kepada beliau.
Beliau segera memasuki rumah seraya mengucapkan salam, dan bertepatan orang yang dimaksud itu ada di rumah. Anehnya, si tuan rumah tidak serta merta menyambutnya, malah masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu. Sebentar kemudian dia keluar dengan membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu dipeluknya erat sekali. Hal inilah yang membuat nabi Musa terkejut alang kepalang. Dilihatnya saja perbuatan lelaki itu, kendati pun hati nabi Musa bergolak amat kencang, ditahannya perasaan yang mengaduk batin, mengingat pesan Allah yang baru saja diterima bahwa dia merupakan kawannya di surga nanti. Tampak lelaki itu memandikan dan membersihkan tubuhnya, kemudian diseka dengan handuk secukupnya. Tidak itu saja, babi itu malah dipeluk dan diciumi, kemudian diantar memasuki kamar. Tidak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan, kemudian diseka dengan handuk sampai kering, lantas dipeluk serta diciumi dengan penuh kasih saying, baru diantar ke dalam kamar bersama babi yang pertama.
Selesai kerjanya barulah dia mempersilakan nabi Musa untuk duduk. Dalam kondisi demikian itu layak saja jika nabi Musa menanyakan perihal yang amat mendasar. Pertama yang ditanyakan, nabi Musa mengatakan:
“Wahai saudara! Apa agamamu?”
Tanpa menanggung beban lelaki itu mengatakan:
“Aku beragama tauhid, wahai nabiyullah.”
“Bukankah agama kita melarang untuk berinteraksi dengan babi, namun tampaknya saudaraku tidak mentaati aturan itu, bagaimana?” begitu cecar nabi Musa.
“Wahai kalimullah,” kata lelaki itu, “Sebenarnya kedua babi itu adalah orang tuaku sendiri. Karena mereka telah melakukan dosa besar, Allah telah menjadikannya sebagai babi yang menjijikkan. Menurutku," kata lelaki itu lebih lanjut, "dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajibanku sebagai anak. Setiap hari aku selalu berbakti kepada keduanya sebagaimana yang tuan lihat tadi. Walaupun rupa mereka sudah menjadi babi, aku tetap melaksanakan tugasku. Setiap hari aku juga berdoa kepada Allah agar mereka mendapat ampunan. Aku bermohon supaya Allah mengganti wajah mereka menjadi manusia sebagaimana semula, tetapi Allah masih belum memperkenankan," tambah lelaki itu lagi.
Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa:
'Wahai Musa, inilah orang yang akan menjadi tetanggamu di surga nanti, hasil baktinya yang sangat tinggi kepada orang tuanya. Kendati pun keduanya buruk rupa, namun bekatinya tidak pernah sirna. Dari itu ia Kami naikkan martabatnya sebai anak saleh di sisi Kami.”
Allah juga berfirman: “Oleh karena dia telah menjadi anak yang saleh yang amat tinggi martabanya, Kami amat malu bila kedua orang tuanya berada di neraka, dari itu kini keduanya aku alihkan menjadi penduduk surga, sedangkan dosa-dosanya Kami ampuni.”
Dari keterangan kisah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa doa anak yang soleh dapat menebus dosa ibu bapaknya yang akan memasuki neraka, malah kini pindah ke surga. Sedangkan berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang amat tinggi nilainya di sisi Allah, sehingga bisa mengangkat pula martabat orang tua yang telah divonis sebagai penduduk neraka menjadi terbebas darinya.
Mudah-mudahan ibu bapa kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak, kendati pun perangai keduanya tidak layak di mata kita. Itu merupakan urusan keeduanya, bukan urusan kita, urusan kita adalah merawat mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa.
Rasulullah Saw bersabda:
Jika anak Adam itu mati maka amal-amalnya terputus keculai tiga perkara, yakni sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang mendoakan kepadanya. ◙

1 komentar: