Senin, 04 Januari 2010

Nostalgia Sebuah Maksiat

Atha’ mengatakan :
“Pada suatu hari kami keluar rumah bersama Atabah Al-Ghulam dan para pemuda yang ketika itu melaksanakan shalat Shubuh dengan memakai wudhu shalat ‘Isya’. Malamnya begitu suntuk mereka melakukan shalat sehingga telapak kaki mereka banyak yang bengkak, mata mereka pun tampak cekung dan kulit tubuh mereka juga hanya sebagai pembalut kerangka. Seakan mereka telah mendapat berita dari para penghuni kubur, bagaimana tindakan Allah terhadap orang-orang ahli ibadah, bagaimana pula terhadap mereka yang berlaku maksiat.
Setelah itu mereka pun keluar masjid seraya berjalan-jalan di sebuah perkebunan. Namun tiba-tiba saja salah seorang dari mereka pingsan. Segera kawan-kawan mengitari pemuda itu untuk merawatnya kendati cuaca ketika itu sangat dingin. Namun dari pelipis pemuda itu selalu keluar keringat. Salah seorang kawan segera mengambil air untuk menyeka keringat itu. Dan ketika telah siuman, pemuda itu ditanya mengenai penyebab ia pingsan.
“Aku menjadi teringat,” kata pemuda itu, “Aku pernah berlaku maksiat kepada Allah di tempat ini.”
Dari kisah tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa mereka yang hatinya sangat dekat kepada Allah, akan teringat terus terhadap kemaksiatan yang telah diperbuatnya, kendati pun intensitasnya tidak begitu besar. Ia sudah begitu takut akan akibat kedurhakaan itu sehingga laksana mereka yang berada di bawah bukit, dimana ia sangat khawatir, jangan-jangan bukit itu akan runtuh menimpa dirinya.
Akan lain dengan mereka yang sering berbuat maksiat. Mereka akan meremehkan atas segala kedurhakaan yang telah diperbuatnya, sehingga Rasulullah mensinyalir mereka bagaikan seseorang yang hidungnya dihinggapi lalat. Ia akan begitu mudah mengusirnya dengan lambaian tangannya.


■■■

Tidak ada komentar:

Posting Komentar