Kamis, 24 Desember 2009

Gula Fruktosa Dari Singkong

Gula Fruktosa Dari Singkong


Agaknya pabrik kembang gula Sodium siklamat di Indonesia kita dikasihi oleh Allah. Sebab, meskipun sudah di-SOS-kan bahaya penggunaan siklamat itu dalam, namun masyarakat kita tenang-tenang saja memakainya terus, dalam industri makanan dan minuman. Kita tidak ribut tentang gula siklamat, tetapi ramai membicarakan gula singkong.
Belum sampai jajaran pabrik gula singkong seperti yang dibangun di Gondanglegi, Malang, itu diberi kesempatan giling, menghasilkan gula uktosa, (yang lebih aman daripada Sodiumsiklamat), di antara para pembicara sudah ada yang khawatir kalau-kalau pabrik semacam itu akan sulit mendapat izin pengolah, yang, terpaksa diimipor terus-menerus. Apa tidak akan jadi mahal gulanya, nanti?
Perlu langkah gerak cepat, untuk mendirikan pabrik ini, di bumi Indonesia kita sendiri, Mengapa fruktosa Tetapi mengapa kita beralih dari pabrik tebu ke Pabrik singkong? Harga gula pasir dari tela (yang Rp 520,00 sekilo di gudang BULOG itu), terus terang terlalu mahal untuk dipakai sebagai pemanis minuman, yang harus bisa lagi dengan harga miring hasilnya bukan karena pabrik tidak mampu, namun karena produksi gula pasir tahunan tidak seimbang dengan kebutuhan yang terus-menerus membcngkak, sejalan dengan laju pertambahan penduduk yang meledak! Dari negara eksportir gula pasir terkemuka, sebelum Perang Dunia II dulu, (kepadatan penduduk barn 40 juta jiwa), Indonesia kini (kepadatan penduduk 150 juta lebih), sudah berubah menjadi importir gula terkermuka, di
Jadi pendek kata, perlu gula jenis lain, tetapi jangan siklamat! Tidak hanya di Indonesia saja kebutuban gula nasional merepotkan orang. Sebab, gula sakarosa yang biasa mereka makan, (diambil dari tebu Saccharum officinarum dari bit gula Beta vulgaris firma altissima), hanya musiman adanya. Di luar musim, pabrik mereka menganggur. Itu jelas menambah biaya eksploatasi mubazir, yang (enak saja) dibebankan pada para konsumen. Sudah lama Juga mercka mencari akal, bagaimana memperolch pemanis dari sumber lain sebagai pengganti gula sakarosa. Maka, ditemukanlah kemudian teknik pembuatan gulaa fruktosa dari amylum.

v Masih berkerabat

.Tetapi omong-omong, kita ini sudah ceplas-ceplos berbicara tentang fruktosa, sakarosa, dan amylum, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah itu. Amylum atau zat pati seperti yang terkandung dalam nasi putih, kalau cukup lama kita kunyah, makin lama makin terasa manis, karena pengaruh enzim ptyalin dari air liur. Mengapa?
Diteorikanlah oleh para kimiawan organik bahwa amylum itu tersusun dari berjuta-juta molekul monosakarida yang merangkai menjadi rantai panjang polisakarida. Polisakarida amylum ibarat satu keluarga besar terdiri dari ayah-ibu, anak-anak dan cucu-cucu yang sedang reuni, bergandengan, tangan berlapis-lapis sedang 'foto-bersama'. Kalau kemudian diurak-urak lagi (diurai olch kerja enzim) sampai bercerai-berai, maka pecahan polisakarida amylum itu dapat ditemukan kembali sebagai kumpulan molekul yang lebih kecil. Bisa berupa disakarida maltosa (kalau yang mencerai-beraikan itu enzim ptyalin dalam mulut kita), bisa juga monosakarida glukosa. (kalau yang menggempur itu enzim amylase).
Berkat gagasan Jacobus van 't Hoff (pemenang hadiah Nobel untuk Kimia tahun 1901) dan Le Bel tentang struktur molecul stereometris, yang dituangkan dalam buku mereka La chimie dans l’espace, tahun 1875 dulu, kita kini mewarisi gambaran bagainiana struktur molekul monosakarida. itu, yang disempurnakan oleh Haworth dari Inggris tahun 1927. Ia berupa rantai 6 atom Karbon yang melinglcar dalam ruang, bersama 6 atom Oksigen, yang di sana sini menggandeng 12 atom Hidrogen.
Dalam praktek, monosakarida yang sedang kita bicarakan. ini sudah lama kita kenal sebagai glukosa, yang dirumuskan dalam buku pelajaran kimia SMTA sebagai C6H1206. Sejenis gula sederhana, yang manisnya tidak seberapa. Glukosa terdapat antara lain dalam darah kita. Kalau kebanyakan, kita malah dikatakan sakit gula sampai dicium semut. . Molekul glukosa ini kadang-kadang juga bertingkah. Ia berubah susunan menjadi molekul fruktosa, sehingga sifatnya pun berbeda. Padahal atom-atom yang menyusunnya tetap sama, berupa Karbon, Hidrogen dan Oksigen. Peristiwanya boleh diibaratkan sebagai pergantian kelamin anak laki-laki menjadi gadis. Masih manusia juga. Hanya susunannya yang berbeda. Perubahan struktur molekul dari glokosa menjadi fruktosa, tanpa kehilangan atau ketambahan apa-apa ini, yang di kalangan kimiawan dikenal sebagal stereoisomeri, malah kebetulan bagi umat manusia. Soalnya, fruktosa itu terasa lebih manis daripada glukosa. Fruktosa sebenarnyajuga sudah lama kita kenal dan temuka secara alami dengan rumus C6H1206 juga, dalam sari buah, sayuran manis, dan madu lebah.

Kalau glukosa dan fruktosa menggabung menjadi satu molekul disakarida (ibarat dua muda-mudi yang berumah tangga. menempuh hidup baru), maka yang diperoleh bukan disakarida maltosa seperti yang kita rasakan setelah mengunyah nasi putih), melainkan semacam gula lain yang dikenal sebagai sakarosa seperti yang dihasilkan dari tebu dan bit gula. Ketika orang menemukan teknik pembuatan gula sakarosa untuk pertama kalinya dulu, umat manusia seluruh dunia bergembira, karena bisa membeli gula pasir yang lebih manis dan lebih praktis, daripada gula glukosa (dari sari buah) dan fruktosa (dari madu). Tetapi kini, gula sakarosa sudah, tidak murah lagi, dan kita mau kembali ke zaman pemakaian fruktosa lagi.

v Lebih alamiah
Jepang sudah sejak tahun 1970 menghasilkan gula fruktosal meskipun bukan dari singkong, tetapi jagung. Di Indonesia, setelah studi yang mendebarkan, Departemen Pertanian baru belakangan ini (tahun 1982) memelopori pendirian pabrik gula singkong di jawa Timur dan Sumatra Selatan dengan harapan. bisa sekah merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Yaitu mengatasi kekurangan gula (dari tebu), menolong para petani singkong (untuk memasarkan hasil karyanya ke alamat yang lebih mantap), dan sekalian juga menyaingi pabrik biang gula Sodiumsiklamat.

Lucunya, fruktosa kalau sudah berbentuk larutan, sukar mengkristal. la tidak membentuk endapan jelek seperti gula tebu dalam sari buah sirsak botolan bila dimasukkan ke lemari es. Karena itu, fruktosa juga lebih disukai sebagai pemanis yang tetap menarik bagusnya, bagi industri jelly (selai) dan sari buah botolan. Rasa gula fruktosa itu juga lebih alamiah seperti manisnya buah segar asli, sampai ia diberi nama fruktosa, yang lebih kurang berarti 'gula buah-buahan'. Ha! Bukankah ini cocok seperti pucuk dicinta ulam tiba bagi industri minuman botolan air jeruk buatan, sari anggur sintetik, dan lain-lain sari buah ester, yang sebenarnya tidak diambil dari buah, melainkan dari lemari obat-obatan?

v Dari pati ke lem kanji
Tetapi bagaimana mercka mengubah pati singkong menjadi gula fruktosa?
Kalau dipikir-pikir, prosesnya tidak serumit proses pembuatan gula pasir dan tebu. Tetapi juga tidak begitu sederhana sebagamana digampang-gampangkan olch para penganjurnya. Ubi kayu yang sudah dicuci bersili, dirajang dan digiling dengan mesin, sambil diguyur air, agar dapat diambil sari patinya. Pabrik yang harus mengolah singkong berton-ton sehari, tidak sempat mengupas singkong kulit ubi itu satu per satu. Lagi , air yang mengandung pati itu toli bisa melayang sendiri di bagian atas nanti, dan dapat dialirkan ke bak lain, sementara kulit, ampas Jan kotoran mengendap dengan sendirlya di bagian bawah bak penampung hasil rajangan.
Air berpati ini setelah berkumpul cukup banyak perlu diencerkan lagi, sampai diperolch larutan yang kepekatan tepungnya tetap inantap, sekitar 35%. Larutan seencer inilah yang kemudian dicarnpur dengan asam chlorida encer dulu agar suasananya asarn (pH antara 6,0 dan 6,5), schingga mudah diionisasikan. jadi lebili cepat buyar berantakan. Kemudian dibubulikan enzim alphaaiti),lase (diperdagangkan sebagal Termarnyl) sambil dipanaskan. "alam suasana asarn panas inilah, zat pati yang ada diubah menjadi dextrin sermia, hanya dalam bebcrlpa jam saja.
Dextrin ialah zat pati juga, tetapi berbentuk lain, yang sebenarnya sudah lamajuga kita kenal sebagai lem kanji. Di Amerika, dextrin jagung waxy corn, Zea tnays eratina, digunakan secara besar -besaran untuk merekat Prangko, meterai tempel dan surat udara.

Bagaimana cara kerja enzim itu dalam proses bongkar-membongkar molekul zat pati menjadi moIckul dextrin itu? Umat manusia baru mengetahui seluk beluk enzim, ketika para kimiawan pada tahun 1800 mempelajari reaksi kimia akibat scsuatu zat yang dlhasilkan olch ragi Saccharomyces. Lalu mereka menggunakan istilah Yunam, enzyme, (yang berarti ragi), bagi zat itu. Ragi (Saccharomyces) yang menghasilkan ragi (,enzim)!
Pada penelitian itu ditarik kesimpulan, bahwa cairan yang diperas dari ragi bir Saccharomyces carlsbergensis berlaku seperti anak kuncl pembuka proses, terbuat dari rangkaian atom yang terus menerus bergerak.
Untuk memahami kesimpulan ini, marilah membayangkan bahwa sebutir sel ragi dapat kita gilas sampai gepeng, dengan penggilas adonan kue. Andaikata kita mampu menggilas sampai beberapa juta kali, niscaya butiran sel ragi yang semula sebesar titik. pada huruf 1 ini sudah pipih seperti kain plastik panjang lebar, yang meliputi seluruh Lapangan Banteng. Sekarang barulah tampak bahwa ragi itu tersusun dari atom dan elektron ribuan juta billiun banyaknya. Semuanya tidak diam seperti besi tua, tetapi bergerak terus-mencrus, selama hayat dikandung badan. Tiap elektron saling balapan mengelilingi proton pada masilig-masing atom. Atom yang membentuk molckul berputar-putar seperti pcluru lager roda gila. Gigi roda yang satu pas betul masuk ke-gigi roda yang lain.
Namun enzim itu belum juga berhasil dibuat secara sintetik. Ia masih terpaksa dibuat dengan Jalan membiakkan bakteri (Bacillus) dan kapang (Aspergillus), kemudian mernisahkan enzim buatannya masing-masing dari sisa isi tempat pembiakan. Alpha-amilase, untuk memecah arnylum menjadi dekstrin, dihasilkan dari biakan murni Bacillus subtilis, dan sudah lama diperdagangkan di Amerika sebagai Buclamase dan Fortizyme. Di kalangan kedokteran, ia dipakai sebagai digestan, pendobrak kemacetan pencernaart makanan dalam usus halus, karena produksi amylase buatan pancreas sendiri kurang. (Perut terasa sebah). Sayang, enzim ini tidak tahan suhu tinggi, sehingga untuk tugas dalam. pabrik gula singkong kurang mernuaskan. Kita kemudian beralih memakai Tertnamyl (alpha-amylase juga, yang tahan suhu tinggi), hasil biakan murni Bacillus licheniformis. Amylo-glucosidase, untuk memecah dekstrin lebih lanjut.menjadi glukosa, dihasilkan dari biakan murni Aspergillus niger. SeJenis kapang, yang biasa timbul pada buah~buahan, sayuran dan bahan makanan yang membusuk.

Sweetzyme (isomerase yang mendorong isomed glukosa menjadi fruktosa) dihasilkan dari biakan murni Bacillus coagulat's. Pembuatan enzim untuk industri gula singkong ini dikembangkan olch Novo industri, Bagsvaerd, Denmark. Tetapi dalam waktu singkat telah ditiru oleh negara lain, yang merasa perlu mencari gula pengganti bagi gula tebunya. Mudah-mudahan Indonesia kita dapat mendirikan pabrik enzim. Sendiri juga, dalam waktu yang tidak usah terlalu lama.
Enzim arnylase pun, mula-mula bergabung dengan molckul besar zat pati yang akan dibongkar itu, seperti anak kunci bergabung dengan kunci pintu rumah hantu, dengan jalan masuk ke dalam lubang kunci. Kemudian, karena kunci itu diputar dan gigi-giginya pas betul dengan gigi-gigi induk kunci pada pintu, maka pintu itu bisa dibuka. Tetapi kunci arnylase tidak perlu kita putar. la bisa berputar sendiri, kemudian memecah ikatan molekul besar zat pati yang telah dimasukinya. Sesudah molekul zat pati pecah dan molekul pecahannya berantakan, kunci amylase itu lepas lagi sendiri meninggalkan lubang dari molelcul pertama tadi. Ia pindah ke molekul zat pati lain yang belum berantakan. Begitu seterusnya, ia. Keluar-masuk lubang kunci berulang-ulang, puluhan juta kali.
Karena enzim kadang-kadang disebut juga ferment, maka proses yang.digerakkan oleh anak kunci bergigi itu tidak lazim disebut enzimasi, melainkan fermentasi.
Dari lem ke gula Dextrin hasil fermentasi kemudian dipompa ke dalam tangki penggulaan untuk diragikan lebib lanjut menjadi gula glukosa. Sekarang proses dilanj'utkan olch enzim atnylo-glukosidase, dengan dibubuhl asam chlorida (agar pH cairan turun menjadi 4,5), kemudian dipanaskan pula. Dalam waktu. 2 hari, hasilnya dapat dipungut, berupa sirop gula glukosa. Tetapi sudah tentu masili kotor. Karena itu semuanya dipompa ke tempat penyaringan, berisi karbon (arang) aktif, yang daya penyerapan kotorannya kuat sekali. Bagi Indonesia kita, karbon aktif ini juga barang impor. Tetapi sudah lama juga diangan-angankan untuk tidak mengimpor karbon aktif semacam itu lagi, kalau kita berhasil membuatnya sendiri darl tempurung kelapa yang dibuang percuma berlimpah-limpah sebagai limbah.
Sirop glukosa yang sudah bersih kemudian dipompa kc tempat penguapan vacuum, yang terus-menerus dipanaskan, agar kadar airnya berkurang. Tetapi sambil dipompa melalui sejunilah pipa penyalur yang lumayan panjangnya, sirop itu dibubuhi enzim isomerase (diperdagangkan sebagai sweetzyme) yang merubah glukosa mnjadi fruktosa.
Sebagai tersirat dalam uraian di muka, zat yang bahannya sama, tetapi struktur molekulnya menyimpang (seperti glukosa dan fruktosa itu), dikenal sebagai stereo-isomer. Karena itu, proses pengubahan glukosa menjadi fruktosa im pun dikenal dalam pabrik sebagai isomerisasi.
Tetapi tidak mungkin (dan juga tidak perlu) glukosa yang ada diisomerkan semua menjadi fruktosa. Mendekati separuhnya saja juga sudah manis bukan main, dan sudah. dapat dijual dengan harga pantas. Hasil akhir isomerisasi itu berupa sirop yang mengandung fruktosa 42%, glukosa 52% dan rupa-rupa pecahan polisakarida 6%.
Dipisah lebih pekat
Sirop fruktosa yang meninggalkan tempat pengering sudah makin kental, dengan kadar air hanya tinggal 29%. Untuk mempertinggi lagi kadar fruktosanya, perlu dilakukan pemisahan fruktosa itu dari bagiannya yang lain, secara chromatograftk. Suatu teknik Pemisahan, berdasarkan kecende'rungan zat yang akan dipisah itu Untuk diserap secara berbedabeda cepatnya. Sirop fruktosa cair itu dialirkan melalui penyerap dalam tabung pemisah, bersama cairan penggentor. Karena kecenderungan fruktosa untuk diserap itu Memang berbeda dengan glukosa, maka lapun bergerak dalam tabung itu dengan kecepatan yang berbeda pula dengan glukosa. Fruktosa yang keluar dari tabung ditampung dalam tempat tersendiri terpisah dari tempat glukosa.

Dalam praktek, sudah tentu tidak mungkin diperolch hasil pernisahan yang seratus persen berupa fruktosa murni. Atau seratus persen glukosa murni. Yang terjadi selalu fruktosa sebagian besar) bercampur dengan glukosa sedikit. Atau glukosa (sebaglan besar) bercampur fruktosa sedikit. Hasil pemisahan chromatografik ini sudah bagus, kalau tersusun dari fruktosa 55%, glukosa 42% dan polisakarida rupa-rupa lainnya 3%.

v Biar cair saja
Karena harga gula kristal kering darl fruktosa itu lebih mahal daripada gula cairnya, sudah tentu para pabrik penghasil minuman ringan (seperti teh botol, sari kopi, sirop buah), bahan makanan kalengan (seperti buah~buahan), CS krim dan susu kental manis, lebih murah membell gula cair ini daripada gula berbentuk pasir. Itulah sebabnya, gula dari singkong dikatakan lebih murah darlpada gula pasir tebu. Dengan pengertian, bahwa la dibeli dalam bentuk cair.
Untuk keperluan memaniskan minuman dan makanan kalengan memang kurang cerdik kalau memakai gula pasir. Sebab, gula itu kemudian toh dicairkan lagi. Lalu unruk apa membayar ongkos penglcristalan gula dalam pabrik?
Bagi mereka yang cerdik in'. gula cair Singkong dijual dalam kemasan kaleng ukuran 2-3 kg atau 30 kg, dan container yang lebih besar, yang mampu memuat gula 1 ton atau 4 ton.
Untuk keperluan rumah tangga kita? Misalnya para lbu vang membuat kuc atau arisan kcluarga besar. Gula cair dalam kernasan besar itu mernang masih perlu dikemasi lagi dalam botol keinasan yang lebih kecil.
Daripada mengepak gula slklamat, bagaimana kalau kita banting setir mengemas, gula fruktosa cair dari singkong? Jelas lebih schat, berkalori, dan tidak
diomeli oleh anak cucu.

v Racun Ketela Pohon
Para penggemar singkong hendaknya berhati-hati. Kalau melahap singkong gendruwo bisa-bisa mendapat petaka.
Sekitar 68 siswa SID Wirataman-III Kec. Ampelgading, Malang, beberapa waktu lalu merasa pusing, mual, muntah, badan lemah, lalu pingsan setelah makan keripik singkong. Mereka membeli keripik tersebut dari pedagang kaki lima di luar pagar sekolah. Untunglah, setelah mendapat pertolongan dan dirawat beberapa waktu di Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang, dan puskesmas setempat, semua korban sembuh dan pulang kembali ke rumah masing-masing.
Kasus keracunan makanan seperti itu memang sering terjadi. Korbannya kebanyakan anak-anak, karena jajanan tradisional yang mereka beli terkadang tidak higienis dan kurang memenuhi syarat kesehatan lainnya. Hal ini disebabkan penjualnya kebanyakan masyarakat awam yang kurang paham soal persyaratan membuat makanan sehat. Buktinya, penjaja keripik tersebut mengaku tidak tahu jenis singkong bahan keripiknya.

v Racun glikosida sianogenik
Singkong atau ubi kayu sebenarnya ada 2 jenis, yang rasanya manis dan pahit. Yang manis dari Manihot palmata atau Manihot alpi (keluarga Euphorbiaceae) dan yang pahit adalah Manihot utilissima. Yang rasanya pahit mengandung senyawa organik berupa glikosida sianogenik, umumnya beracun.
Di dunia tumbuhan, dia termasuk satu dari 2.000 tanaman yang dilaporkan mengandung glikosida sianida. Singkong jenis ini sering meracuni rakyat di beberapa negara di Benua Afrika yang banyak mengkonsurnsi ubi kayu sebagai sumber karbohidrat. Sebaliknya, di Indonesia tanaman yang sama jarang ditanam maupun dikonsumsi akibat adanya senyawa kimia yang mengerikan itu. Namanya pun akhirnya dipilih dari salah satu jenis hantu, yaitu gendruwo.
Senyawa glikosida sianogenik, kebanyakan ditemukan dalam tanaman yang banyak dikonsumsi masyarakat, akan diubah menjadi gula monosakarida (glukosa atau gentibiose) dan beta-hidroksi nitril oleh enzim beta-glukosidase. Lalu, enzim liase memecah beta-hidroksi nitril dan menghasilkan gas hidrogen sianida (HCN = asam sianida atau asam biru). Gas HCN juga dapat timbul akibat penghancuran ubi yang memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis di atas.
Untuk setiap bagian tanaman, kandungan glikosida-nya berbeda. Pada bagian ubi segar mengandung HCN 30 - 200 mg/kg namun kadang-kadang bisa lebih besar, tergantung kepada spesies, kondisi ekologis, dan pasokan mineral.
Pemupukan dengan bahan pupuk kaya nitrogen dan rendah kalium akan meningkatkan kandungan glikosida. Jika hujan pertama turun sesudah musim kemarau, kandungan glikosidanya juga meningkat.
Pada ubi kayu, senyawa beracun tersebut dikenal dengan nama Linamarin. Jenis glikosida ini, juga ditemukan dalam biji Lini (Linum usitatissimum, keluarga Linaceae) yang banyak diambil minyaknya sebagai bahan baku cat. Linamarin oleh enzim beta-glukosidase akan diubah menjadi aliahidroksi-isobutironitril dun selanjutnya oleh enzim liase baru akan diubah menjadi gas HCN. Dalam jumlah kecil, HCN masih dapat ditolerir tubuh. Namun, bila jumlah konsumsinya lebih dari 1 mg/kg berat badan/hari, pengaruhnya jadi tidak baik bagi manusia.
Upaya mengurangi atau menghilangkan senyawa glikosida dapat dilakukan dengan merendam singkong dalam air, agar glikosidanya terlarut dan dapat dibuang. Dapat juga dengan merehusnya hingga mendidih. Namun, cara-cara tadi masih belum menjamin berkurang atau hilangnya kandungan racun. Dengan menggorengnya menjadi keripik pun belum menjamin hasilnya terbehas dari glikosida beracun tersebut. Mungkin cuma sebatas mengurangi.

v Bisa merusak saraf
Lalu bagaimana keripik ini hisa meracuni? Di dalam asam lambung yang bereaksi asam, glikosida tetap stabil. Namun, setelah memasuki usus kecil senyawa ini diubah menjadi HCN oleh enzim yang dibuat bakteri usus. Lalu, HCN masuk dalam aliran darah dan terikat oleh heme, terutama sitokrom oksidase, sehingga terjadi gangguan respirasi sel. Untungnya, keracunan tidak segera timbul karena terbebasnya gas HCR tergantung pada cukup tersedianya enzim buatan bakteri usus tadi.
Meski begitu, anak-anak amat rentan terhadap racun ini. Reaksi keracunannya tidak segera. Tanda-tanda keracunan baru timbul sepulang dari sekolah atau esok harinya. Keracunan sianida ditandai dengan pusing, mual, muntah, badan lemah, nyeri dan kaku abdominal, serta hiperventilasi. Pada keracunan yang berat dapat berlanjut ke takipnea (napas cepat), dispnea (sesak napas), paralisis (lumpuh), kejang, kolaps, dan berhentinya pernapasan. Selanjutnya dalam waktu sampai 20 menit akan terjadi kematian.
Pada keracunan kronik dapat terjadi kerusakan saraf (neuropati), seperti yang dilaporkan pernah terjadi di Nigeria, Zaire, dan Senegal. Di samping itu keracunan kronik juga dapat menyebabkan penyakit gondok.
Tindakan masyarakat membawa ke puskesmas setempat agar korban mendapat pertolongan dan perawatan medis banyak membantu mencegah jatuhnya korban. Dengan memberikan suntikan antidotum natrium tiosulfat intravena, sianida segera dapat diubah menjadi tiosianat. Pernapasan oksigen yang memadai serta cairan infus, juga membantu menyelamatkan korban.
Dari kasus keracunan keripik tersebut hendaknya pembuat dan penjual keripik singkong berhati-hati memilih ubi kayu. Jangan menggunakan ubi kayu gendruwo, yang kandungan glikosida sianogeniknya lebih tinggi daripada ubi kayu biasa. Bila hendak menjadikan singkong sebagai makanan, sebaiknya diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan bahan beracunnya. Umpamanya dengan merendamnya dalam air cukup lama atau melakukan pencucian ulang.

2 komentar:

  1. pabrik yg buat fruktosa dari singkong dimana? tolong ksh info lengkap,hub.i saya 085729051874 trims.

    BalasHapus
  2. mohon info pabrik gula cair dr singkong 082262019908

    BalasHapus