Kamis, 24 Desember 2009

Stevia Tumbuh Sangat Manis

Stevia Tumbuh Sangat Manis

Mendengar namanya, stevia seolah bunga hias yang selalu menyedapkan pandangan mata. Ternyata dia merupakan tanaman untuk meningkatkan produksi gula.
Back To Nature kini menjadi trend masyarakat moderen di seluruh dunia untuk hidup lebih baik dan lebih sehat. Salah satu dampak dari gerakan kembali ke alam nyata adalah peningkaran permintaan bahan makanan dan minuman yang terbuat dari bahan alami. Salah satunya adalah stevia sebagai bahan pemanis.
Salah satu bahan makanan yang cukup banyak dikonsumsi adalah bahan pemanis. Ada dua macam bahan pemanis yaitu yang sintetis dan yang alami. Bahan pemanis sintetis yang telah dikenal antara lain adalah sakar in dan siklamat, sedangkan pemanis alami yang telah banyak digunakan adalah gula dari tebu, aren, kelapa, bit dan lainnva.

v Masih impor gula
Sampai saat ini Indonesia masih belum bersR-asembada gula. Dari data yang berhasil dihimpun dari Biro Pusat Statistik terlihat bahwa impor gula Indonesia cukup besar. Bila pada tahun 1986 impor gula dari bahan alami mencapai 59.016,066 ton maka pada tahun-tahun selanjutnya masih terus berlangsung, yaitu 132.806,649 ton (1987), 152.085,112 ton (1988), 1.047,399 ton (1989), dan 2.505,455 ton (1990). Itu baru gula alami, sedangkan impor gula sintetis pun tak kalah besar, yaitu 7,027 ton (1986). 1-1,466 ton (1987), 3,738 ton (11988), 193,107 ton (1989). dan 3,522 ton (1990). Dari besarnya angka impor tersebut bisa terlihat berapa devisa negara yang mesti keluar dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan pemanis nasional
Swasembada gula belum bisa dicapai karena beberapa faktor. Antara lain laju peningkatan penduduk serta kenaikan pendapatan masyarakat yang pesat. Faktor-faktor itu berperan dalam peningkatan konsumsi gula. Dari laporan neraca gula pasir 1982-1989 yang dibuat Bulog, diperoleh gambaran bahwa produksi gula pasir rata-rata meningkat 3,58%, sedang konsumsinya meningkat rata-rata hampir 5 % setahun.

Di tengah kondisi impor gula tersebut, gula stevia nampaknya memiliki peluang untuk mengisi kekurangan tadi. "Stevia merupakan bahan pemanis non-tebu dengan kelebihan tingkat kemanisan 300 kali dari gula tebu dengan waktu panen yang lebih pendek. Di Indonesia gula stevia memang belum dikenal seperti halnya gula tebu. Gula stevia diperpleh dari ekstrak daun stevia. Peluang stevia bukanlah menggantikan gula tebu karena kalorinya yang rendah serta adanya sedikit after taste.
Dalam skala dunia stevia lebih diharapkan dapat menggantikan gula sintetis yang menurut berbagai penelitian bersifat karsinogenik. Karena stevia diperoleh dari tanaman maka penggunaannya lebih aman, nonkarsinogenik, dan non-kalori. Sedangkan prospek stevia di skala Indonesia menurut peneliti ini bukanlah dalam rangka menggantikan gula tebu karena rakyat Indonesia masih perlu pemanis berkalori, tapi lebih sebagai pemanis non-kalori dalam diet rendah kalori maupun diabetes. Dari kalkulasi bisa terlihat bahwa impor bahan pemanis sintetis Indonesia terus mengalami peningkatan. Sehubungan dengan hal tersebut serta adanya trend back ro nature maka peluang stevia tampaknya makin terbuka.
Sekitar tahun 70-an sebenarnya stevia sudah dibudidayakan di Indonesia. Namun perkembangannya tersendatsendat karena beberapa kendala, yang mencakup aspek teknis budidaya, pengolahan, dan pemasaran. Dari segi teknis budidaya, stevia cenderung menjadi cepat atau mudah berbunga, dari segi pengolahan, proses pengeringan seringkali tidak memadai sehingga ditolak importir. Saar itu di Indonesia memang belum ada pabrik pengotahan hingga stevia di ekspor dalam bentuk daun kering. Dari segi pemasaran, dengan pasar tunggal ke Jepang, kontrol kualitas antara eksportir dan importir yang sering tak sejalan.
Kini sejak tahun 1990 di Indonesia telah berdiri pabrik pengolah stevia, yaitu PT. Graha Geotama Perdana. Hadirnya pabrik pengolah daun stevia ini diharapkan dapat mengatasi kendala yang dulu pernah terjadi. "I£apasitas produksi kami saat ini 2.000 ton/tahun, bahkan bila pasarnya bagus direncanakan pada tahun 1993/1994 kapasitas produksi akan ditingkatkan menjadi 4.000 tonltahun" tutur Ir. Bambang dari PT. Geotama Perdana. "Saat ini kami mampu menampung 2.000-4.000 ton daun kering/eahun dan nantinya akan dltiazgkatkan menjadi 4.000-8.000 ton daun kering/tahun" tuturnya lcetika ditanyakan berapa kemampuan menampung daun stevia. "Seandainya petani memproduksi lebih dari daya tampung pabrik, kami bisa mengekspornya" tuturnya melanjutkan.

Untuk dapat berproduksi, sampai saat ini perusahaan tadi terpaksa masih haraas mengimpor daun stevia dari RRC. Volume impornya hing ga saat ini sekitar 3.000 ton daun stevia kering. Guna mengantisipasi kebutuhan bahan baku di masa mendatang anaka proyek PI12 stevia pun mulai digalakkan. Saar ini ada sekitar 9 daexah yang teiah dihublangi dalam upaya pembudidayaan tanaman ini, yaitu : NTT, Sumut, Bengkulu, Padang, Sukabumi, Garut, 'I'awatagmangu, Jatim, dan Sulawesi Selatan, Penanaman stevia di Kupang direncanakan sa.mpai 2.000 ha dengan produksi 1-2 ton daun kering/ha/tahun.

v Panen Stevia
Penentuan waktu dan cara panen stevia mtlak harus dikuasai. Terlambat menentukan waktu panen bisa berakibat fatal karena kadar steviosida pada daun akan menurun.
Panen pertama biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 40 - 60 hari, sedang panen selanjutnya 30 - 60 hari sekali. Saat panen, tanaman sudah setinggi 40 - 60 cm, berdaun rimbun, dan telah memasuki saat menjelang berbunga. Pasalnya, pada saat menjelang berbunga itulah kadar steviosida (zat penentu kadar kemanisan) tanaman berada pada tingkat tertinggi.
Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00. Caranya, batang atau tangkai stevia dipotong 1015 cm dari tanah. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gunting besar atau gunting pangkas yang eajam. Sisakan 1-2 tangkai pada setiap tanaman agar tanaman yang baru dipanen bisa tumbula kembali dengan baik. Selanjutnya batang stevia ini dirempes dan hanya diambil daunnya saja.
Dalam setahun dapat dilakukan 6-9 kali panen. Berat daun per tanaman mencapai t 10-30 gram daun basah atau 3-9 gram daun kering. Hasil panen daun stevia/ha/ tahun sekitar 2.800 kg pada tahun pertama dan meningkat jadi 3.780 kg atau lebih pada tahun berikutnya. Tanaman stevia dapai menghasilkan daun berturui-turut sampai berumuix 4 - 7 tahun.

Kadar air, kadar steviosida, dan kadar kotoran tarkandung, adalah 3 parameter mutu yang parlu diperhatikan dalam pasca panan stevia. untuk menentukan persyaratan tersebut, proses pemipilan, pengeringan daun dan sortasi adalah kuncinya.
Pasca panen daun stevia perlu diperhatikan secara khusus dan teliti untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan yang diharapkan. Setelah dipanen kegiatan seianjutnya adalah melakukan pemipilan, yaitu pemisahan daun stevia dari batang dan tangkainya. Setelah dipipil, daun-daun stevia segera dikeringkan. Untuk mendapatkan kualitas daun kering yang bagus, proses pemipilan dan pengeringan harus dilakukan segera setelah panen. Waktu pemipilan yang lama dikhawatirkan dapat mengurangi kadar bahan pemanis di dalam daun sampai di bawah batas minimum yang ditentukan. Hal ini bisa terjadi karena di daiam daun segar masih berlangsung proses perombakan bahan pemanis yang ada. Jadi memang pengeringan harus diiakukan secepat mungkin setelah panen, agar kadar pemanis dapat dipertahankan.
Ada 2 cara pengeringan daun yang dapat dilakukan, yaitu dengan sinar matahari dan dengan oven. Penjemuran dengan matahari dilakukan langsung di panas matahari. Jangan lupa untuk memberinya alas plastik atau tampi terlebih dahulu, untuk menjaga kebersihan dan agar daun mudah dipindahkan bila tiba-tiba turun hujan. Pada cara pertama ini; penjemuran berlangsung sekitar 8 jam. Cara pengeringan yang kedua adalah dengan oven pada tingkat suhu 70° selama 4 jam. Daun yang sudah kering ditandai dengan warna daun yang tampak hijau kekuningan.
Hasil penelitian menunjukkan, bila pengeringan dilakukan di atas suhu 70° kadar steviosida-nya akan sedikit menurun sedangkan pengeringan pada suhu 80° menyebabkan munculnya warna cokelat kehitaman. Daun yang terlambat dikeringkan atau terkena air juga akan berwarna hitam dan busuk. Penurunan kadar steviosida ini terjadi karena adanya proses fermentasi oleh mikroorganisme yang diikuti perombakan senyawa steviosida. Akibat lebih jauh, serangan jamur merajalela.

Daun yang telah kering selanjutnya disortasi untuk memisahkannya dari kotoran lain seperti ranting, kerikil, daun lain, dan sebagainya. Kemudian daun tersebut ditimbang dan dimasukkan ke dalam kemasan. Caranya, pertamatama daun dimasukkan dalam plastik terlebih dahulu baru selanjutnya dimasukkan ke dalam karung dengan berat 20 kg per bal. Dengan kemasan seperti itu daun stevia dapat disimpan sampai 1 tahun. Rendemen dari 1 kg daun stevia basah akan menjadi 0,20,25 kg daun kering (2025%). Sedangkan rendemen dari daun kering menjadi steviosidelkristal steviside adalah 1%. Tingkat kemanisan stevia mencapai 200-300 kali tingkat kemanisan gula.
Selain cara panen, pengeringan, dan pengemasan, perlu juga diketahui beberapa faktor yang jadi parameter mutu. Menurut Ir. Bambang Mantoro Adi, General Manager Plantation PT Graha Geotama Perdana, pengolah daun stevia, standar yang diinginkan adalah yang kadar airnya maksimum 10%, kadar steviosidanya minimal 10%, dan kandungan kotoran maksimal 3%.
Stevia berasal dari Amambai dari Iguagu, daerah perbatasan antara Brasil, Paraguay, dan Argentina- Amerika Selatan. Di sana sudah sejak dahulu penduduk asli menggunakannya sebagai bahan makanan dan obat. Kini di era yang serba moderen ini masyarakat dunia kembali menengok stevia, bahan pemanis alami dengan tingkat kemanisan 200-300 kali gula tebu.
Pada awalnya tanaman stevia hanya dikembangkan di Brasil, Paraguay, dan Jepang. Namun kini perkembangannya sudah meluas hingga ke Thailand, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, RRC, dan Indonesia.
Di Indonesia sendiri stevia pertama kali diintroduksi dari Jepang tahun 1977 atas kerjasama pengusaha Jepang dan Indonesia. Pada tahun-tahun itu, stevia menjadi komoditas yang dianggap berprospek menarik. Maka tak heran bila selanjutnya muncul berbagai perusahaan yang mengembangkan tanaman ini, bahkan dari data BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional) diketahui Indonesia pernah mengekspornya. Sayang, masa kejayaan stevia di Indonesia tak berjalan lama. Perkembangan selanjutnya tersendat-sendat dan sekitar 1980-an ia sudah dilupakan orang. Hal ini bisa terjadi, karena para pengusaha kita ternyata hanya bergantung pada pasaran ekspor ke Jepang saja. Saat itu stevia diekspor dalam bentuk daun kering karena belum ada pabrik pengolahannya di dalam negeri. Kini dengan hadirnya perusahaan yang memiliki pabrik pengolahan, prospek stevia tampaknya akan membaik.


Berkaitan dengan prospeknya, minat masyarakat untuk mengusahakan stevia pun meningkat. Hingga saat ini Puslitbun Bogor telah berhasil mengembangkan stevia menjadi banyak klon. Klonklon tadi selanjutnya diberi nama BPP, singkatan dari Balai Penelitian Perkebunan. Klon-klon yang telah dikembangkan adalah BPP 02, BPP 16, BPP 18, BPP 22, BPP 25, BPP 43, BPP 46, BPP 50, BPP 68, BPP 70, BPP 72, dan BPP 76. Dari seluruh klon, yang diunggulkan saat ini adalah BPP 72 karena kandungan steviosida-nya sekitar 16%. Namun demikian bukan berarti klon-klon yang lain tidak baik. Semua klon tersebut mempunyai kadar steviosida di atas 10%.

v Budidaya Stevia
Stevia dapat diperbanyak dengan benih, setek, anakan dan kultur jaringan. Cocok ditanam didataran tinggi dan dapat mulai dipanen pada umur 2 bulan.
Tanaman Stevia rebaudiana Bertoni tergolong dalam Divisi Spermatophyta, Kelas Dicotyledoneae, Ordo Campanulatae, dan Famili Compositae. Tanamannya berbentuk perdu bercabang banyak dengan tinggi tanaman 60 - 90 cm, batang berbentuk bulat lonjong dan berbulu halus. Bentuk daunnya lonjong, langsing, bergerigi halus, dan duduk berhadapan. Berakar serabut yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu per-akaran halus dan perakaran tebal. Bunganya hermaprodit dengan mahkota berbentuk tabung. Daya regenerasi tanaman ini kuat sehingga tahan terhadap pemangkasan.

v Habitat aslinya
Tanaman yang berasal dari perbatasan Paraguay-Brasil-Argentina ini, di habitat asli-nya hidup pada daerah subtropis dengan ketinggian 500 - 1.000 m dpl dan temperatur 14° - 27°. Curah hujan rata-rata l600 mm - 1.850 mm per tahun dengan 2—3 bulan kering. Di sana stevia tumbuh baik pada jenis tanah terrarosa, latosol, dan andosol dengan pH 4—5, dan panjang penyinaran lebih dari 12 jam.

Bertolak dari kondisi lingkungan di daerah asalnya, maka pembudidayaannya di Indonesia seyogyanya dilakukan di dataran tinggi, sekitar 1.000 m dpl. Keuntungannya, suhu yang diinginkan tanaman cocok, tidak berebut dengan areal tanaman pangan yaqg merupakan prioritas utama, dan tanaman tidak cepat berbunga. Penanaman sebaiknya dilakukan pada jenis tanah latosol atau andosol. Tanaman stevia tidak tahan kekeringan, sehingga untuk hidupnya ia perlu kadar air tanah 43— 47%. Berikut ini cara membudidayakannya

v Persiapan lahan
Di Indonesia, jenis tanah dataran tinggi yang tersedia untuk ditanami stevia meliputi andosol, latosol, dan regosol
Mula-mula lahan dicangku! rata dua kali sehingga dida-patkan tekstur tanah yang gembur. Selanjutnya dibentuk bedengan-bedengan dengan tinggi sekitar 20 cm, lebar 100 - 125 cm, dan panjang 5 m atau lebih. Pada lahan yang berkontur miring sebaiknya dibuat teras terlebih dahulu.

v Penanaman dan perawatan
.
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm, sehingga terdapat 4—5 baris tanaman per bedeng. Pada setiap lubang tanam diberi 250 gram pupuk kandang dan pemberiannva diulang 6 bulan kemudian. Setelah selesai dengan persiapan lahan maka penanaman siap dilakukan. Waktu penanaman harus tepat. sebaiknya saat musim hujan, agar air yang tersedia cukup dan tanaman cepat segar kembali (biasanya 1 - 2
-an setelah tanam). Bila tidak, maka tanaman perlu disiram pada saat penanaman. Pada setiap lubang hanya ditanam satu setek. Tiap tanaman diberi 1 g urea, 1 g TSP, dan 1 g KCL seminggu setelah tanam. Pemberian pupuk diulang setiap kali stevia baru dipanen.
Setelah tanaman berumur 1 minggu dilakukan pemangkasan pada setiap ujungnya. Pemangkasan dilakukan agar membentuk percabangan. sehingga produksi daunnya banyak. Lama pemeliharaan stevia tergantung pada tinggi tempat. Di dataran rendah ia dapat dipanen pada umur 1,5 bulan walaupun produksi daunnya sedikit, karena pada itu tanaman menjelang berbunga. Sedangkan di dataran tinggi, stevia dipanen pada umur 2 bulan. Panen berikutnya dilakukan setiap 1,5 bulan karena saat itu tanaman menjelang berbunga. Dengan demikian dalam setahun dapat dilakukan 5-7 kali.
v Hama, penyakit, dan gulma
Selama ini penyakit yang menyerang tanaman stevia antara lain Sclerotium rolfsii, Sclerotitia sclerotium, Rhizocconia soloni, dan Fusarium sp. Stevia yang ditanam di dataran tinggi terutama di areal bekas sayuran, diperkirakan akan mengalami gangguan ulat grayak Heliothis sp. yang cukup berarti. Sedangkan yang di dataran rendah diperkirakan mengalami gangguan kutu dan perusak pucuk Aphis sp.
Penelitian mengenai bahan kimia yang tepat untuk menanggulangi hama dan penyakit ini masih terus dilakukan. Namun untuk sementara pemakaian pestisida tidak dianjurkan mengingat daun stevia ini dikonsumsi. Yang dianjurkan sebagai langkah preventif adalah menjaga areal tanaman agar tidak berdekatan dengan areal kebun sayur.
Selain hama dan penyakit, yang perlu diperhatikan gangguan gulma, sebab stevia merupakan tanaman yang tidak tahan gulma. Oleh karena selama pemeliharaan tanaman harus sering disiangi.

2 komentar:

  1. Selain rasa daun stevia manis. Stevia juga banyak kandungan yang dapat digunakan sebagai obat. Saya petani Stevia, Jual Bibit Stevia, Daun Kering Stevia dan Serbuk Stevia 100 % Alami, Penasaran ? silahkan klik di www.daunstevia.net dan www.tanamanstevia.com

    BalasHapus
  2. Sampai saat ini, Keajaiban STEVIA mulai terasa di Indonesia. Khasiatnya memang sudah terbukti, Meskipun belum setenar di Obat-obat lain. Tertarik untuk mempelajari khasiat tanaman stevia ?. silahkan klik di Cara Stek Stevia dan Budidaya stevia dataran rendah

    BalasHapus