Minggu, 27 Desember 2009

Taubatnya Pembunuh Biadab.

Taubatnya Pembunuh Biadab.

Seorang bocah yang tumbuh dilingkungan penuh kemaksiatan tampak begitu bongsor, baru beberapa tahun umurnya, dia tampak lebih matang dari pada usia sebenarnya. Kehidupannya yang keras telah membentuknya sebagai manusia beringas. Dan ketika pikirannya sedang kacau maka akan segera menenggak minuman keras hingga menggelepar bagaikan ikan tersangkut jaring. Keroyokan dan tawuran sudah menjadi tradisinya. Hal ini didukung pula oleh kondisi masyarakatnya yang bermental jahiliyah seakan tidak mengenal aturan mana pun dalam hidup ini. Hingga pembunuhan seakan menjadi perkara yang tidak asing lagi. Pemuda itu sendiri, dihitung-hitung sudah berhasil membunuh sembilan puluh sembilan orang dengan sebab yang hanya sepele, suatu rekor yang dramatis. Ironisnya tidak ada kekuatan hukum yang mengadili perbuatan itu, tampaknya hukum rimba yang beraviliasi di komunitas itu hingga siapa yang kuat maka dialah yang menang.
Namun setelah berangkat tua, hati pemuda itu mulai agak melunak dan mnenyadari bagaimana jika menghadap Allah nanti dengan menyandang dosa yang seakan tidak termaafkan itu. Hari demi hari diapun berpikir ingin menjadi orang yang normal, akhirnya bisikan hati itu mengental menjadi sebuah niat ingin bertaubat.
Terbetiklah kabar bahwa nun jauh disebelah daerahnya ada seorang rahib yang diperkirakan akan bisa memberi solusi terbaik untuk menjembatani niatnya itu. Iapun berangkat kerumah rahib itu untuk bertanya , sikap apa dan bagaimana yang lebih baik untuk menghadapi sisa umurnya itu. Dan setelah bertemu rahib, dia segera saja bertanya :
“ Wahai rahib !, saya telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Dari itu hendaknya rahib memberi petunjuk bagaimana sikap saya yang ingin bertaubat ini.” tanya pemuda.
“ Kalau melihat keganasanmu dan melihat besarnya dosa yang kau lakukan, saya rasa tidak akan mungkin diterima taubatmu, terlalu dalam dan terlalu jauh kedurjanaanmu.” begitu rahib kampung itu menjawab dengan ilmu yang pas-pasan.
Dada pemuda itu seakan dijatuhi palu, begitu sesak, napasnya tersengal-sengal dan darahnya mendidih. Tanpa diduga, rahib itu dibunuhnya hingga tamat riwayatnya. Maka genaplah nyawa seratus orang telah melayang ditangannya. Segera saja dia pulang dengan menahan geram yang masih bergejolak didadanya, namun keinginannya telah bulat untuk segera bertaubat.
Suatu sore ketika duduk-duduk didepan rumah, dia mendengar informasi didaerah lain masih ada seorang yang terkenal ‘Alim, mau mengerti terhadap ummat yang menderita, tanggap pula terhadap penyakit hati yang berjangkit dimasyarakat, santun dan sayang pada sesama. Maka ketika malam telah tiba, pemuda itu pun bermaksud untuk menjumpai si Alim itu untuk bertaubat dihadapannya dan minta petunjuk apa saja syarat-syarat dan rukunnya. Maka berangkatlah dia dengan kemauan yang begitu keras hingga si Alim itu betul-betul dapat dijumpai. Dan ketika itu dia segera bertanya :
“ Saya telah membunuh seratus orang dan kali ini aku ingin bertaubat selagi maut belum merenggutku. Adakah taubat saya masih relevan, masih diterima Allah ?.” tanya pemuda.
“ Oh, masih, masih. Siapa yang akan menghalangi taubat seseorang disisi Allah, namun sebaiknya kamu segera pergi kedesa sebelah, disana masyarakatnya begitu agamis dan kebetulan disana telah berdiri sebuah pesantren pula. Kamu bisa memasuki pesantren itu dan bersama-sama membersihkan jiwa dengan masyarakat dan para santri disana, namun pesanku masih satu lagi, begitu kata si Alim.
“ Apa itu, tuan.” sahut si berandal.
“ Kamu jangan kembali berdomisili didaerah asalmu, sebab daerahmu itu merupakan kawasan merah, dimana akan berat sekali menegakkan ibadah disana, sudah cukup sekian.” si Alim itu memberi nasehat dengan perasaan kasih sayang yang dalam.
“ Kalau begitu saya mohon diri dan akan langsung menuju daerah yang telah tuan tunjukkan.” sambung pemuda itu.
“ Ya, ya, semoga berhasil.” tukas si Alim lagi.
Pemuda itu pun sendirian ditengah malam gelap gulita menuju tempat yang ditunjukkan oleh si Alim tadi. Namun ketika ditengah perjalanan tiba-tiba saja terkena serangan jantung mendadak hingga menemui ajal, kematian ditengah malam gelap yang tidak diketahui oleh seorang pun.
Dalam menanggapi kematian ini, para malaikat terpecah menjadi dua kelompok dimana malaikat pembawa rahmat menghendaki pemuda itu dibawa menuju surga dengan alasan dia telah mempunyai niat untuk bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah.. Sedangkan malaikat penyiksa ingin segera menyeretnya kedalam neraka dengan alasan dia belum pernah beramal kebajikan. Perbedaan ini akhirnya meruncing hingga malaikat yang lain turun untuk mendamaikan kedua belah pihak.
“ Sekarang begini saja, kalian ukur saja jarak antara keberangkatannya dari rumah sampai ke badan pemuda ini, dan ukur pula jarak antara tempat yang menjadi maksud taubatnya sampai ke badan ini pula. Kemudian kita lihat dan kita bandingkan lebih dekat mana antara keduanya. Jika saja lebih dekat kerumah, maka pemuda itu menjadi hak malaikat neraka, dan jika lebih dekat ke tempat tujuan, dia menjadi hak malaikat surga.” begitu kata si pelerai.
Dua kelompok malaikat yang berseteru itu pun mnelakukan pengukuran, namun Allah begitu pemurah, dimana jarak yang menuju tempat untuk bertaubat itu diperpendekNya hingga dia menjadi hak malaikat surga.
Demikian saduran dari hadits Muslim, semoga hati kita dipermudah untuk segera bertaubat dan bisa dengan ringan untuk menjauhi segala munkarat. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar